HARI KELIMA, 11TH JOGJA-NETPAC ASIAN FILM FESTIVAL

Hari Kelima Pelaksanaan 11th Jogja-Netpac Asian Film Festival
“ISLANDSCAPE”

qna-hush qna-atirah

Jogjakarta, 2 Desember 2016, Menjelang dua hari terakhir pelaksaan Jogja-NETPAC Asian Film Festival, kehadiran pengunjung di berbagai venue pemutaran maupun Public Lecture, Forum Komunitas dan Workshop tak juga surut. Penonton meramaikan setiap film di berbagai venue, tercatat hari ini, beberapa film yang diputar di Empire XXI lagi-lagi membuat panitia secara terpaksa menolak penonton karena keterbatasan tempat. Beberapa film tersebut sepeti hUSh karya Kan Lume dan Djenar Maesa Ayu yang merupakan film terbaru Djenar, yang masuk dalam program Focus on Djenar Maesa Ayu. Penonton tidak hanya selalu tertarik untuk mengikuti pemutaran film namun selalu melakukan diskusi panjang bersama pembuat film yaitu Kan Lume dan Djenar Maesa Ayu. Hal serupa juga terjadi pada film Emma atau Atirah karya Riri Riza yang mana antrian penonton mengular di lobi Empire XXI dan membuat panitia menolak sekitar 30 penonton yang ingin menonton film tersebut karena keterbatasan tempat.

workshop-curating-gertjan-zuilhov

workshop-curating
Beda XXI beda pula apa yang terjadi di Societet Taman Budaya Yogyakarta, meskipun terlihat lengang di arena luar namun ternyata pengunjung sudah memadati Societet Taman Budaya untuk menghadiri workshop Curating and Programming bersama Gertjan Zuilhof (Mantan Programmer Festival Film Rotterdam) dengan moderator Ismail Basbeth. Pokok pembahasan pada workshop ini adalah tentang bagaimana mengkurasi film dan membuat program film ini dimulai dengan cerita pengalaaman Zuilhof dalam memulai pekerjaannya. Bagi banyak orang pondasi dari pekerjaan programming adalah menonton film, namun bagi Zuilhof yang paling krusial adalah strategi. Salah satunya yang penting adalah memiliki akses ke filmmaker, membangun relasi dengan mereka memberikan kita kesempatan untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh filmakker tersebut. Selain itu, seseorang yang berniat untuk menjadi seorang programmer dalam dunia film dan festival harus menyadari bahwa dunia ini bukanlah dunia yang baik-baik saja. Sinergi kerja di dalamnya juga dipenuhi dengan orang-orang yang memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Orang yang kita kenal intelegen, cerdas, jujur, ternyata tidak juga. Kesadaran ini menjadi alasan untuk meneruskan atau menyelesaikan begitu saja. Menurut Zuilhof, menjadi kurator pun tidak cukup dengan hanya berbekal bakat, namun harus memiliki “kenikmatan” dalam menjalaninya serta mau mengasahnya terus menerus. Dalam dunia Curating & Programming, bukan penemuannya yang penting tapi bagaimana proses penemuannya itu yang terpenting. Setelah workshop berlangsung peserta melanjutkan dengan menonton program Chinese Independent Film yang merupakan serangkaian program dari Workshop : Curating and Programming.

publec-ugm pembicara-publec-ugm
Tidak kalah dengan workshop yang sedang berlangsung, JAFF juga menghadirkan Public Lecture di Ruang Seminar FISIPOL UGM. Dalam Public Lecture kali ini membahas tema “The Problem and Prospect of Film Archive in Asia, hadir sebagai pembicara Tee Pao Chew, Budi Wibowo dan Budi Irawanto, dengan moderator Novi Kurnia. Dalam Public Lecture kali ini membahas mengenai arsip perfilman, Tee Pao Chew menyatakan bahwa di Singapira pemerintah sangat mendukung untuk kegiatan arsip film dan melakukan banyak kegiatan menarik untuk menggaet anak muda mencintai film. Sedangkan Budi Irawanto menyatakan bahwa di Jogja sendiri sedang dalam usaha pembangungan bangunan baru untuk badan arsip Jogja.

Di tempat berbeda yaitu Grhatama Pustaka, JAFF mengadakan re-screening bagi film Istirahatlah Kata-Kata dari Yosep Anggi Noen. Pemutaran ulang ini sebagai apresiasi kepada penonton yang begitu menginginkan untuk dapat menonton film ini, antrian sudah mulai hadir pada pukul 10.00 WIB meskipun film baru akan diputar pukul 13.00WIB. Antusias tak terbendung terlihat jelas pada antrian dan raut wajah calon penonton yang rela berdiri untuk mendapatkan akses masuk ke ruang pemutaran. Setelah pemutaran Istirahatlah Kata-Kata penonton di suguhkan dengan salah satu program khusus JAFF yaitu Tribute To Abbas Kiarostami.Dalam program ini diputar dua film yaitu “Take Me Home” dan “76 Minutes and 15 Seconds with Abbas Kiarostami”.“Take Me Home” merupakan film terakhir yang digarap oleh Abbas Kiarostami sebelum ia meninggal pada 4 Juli 2016 lalu. Film ini mengangkat cerita sederhana tapi penuh keceriaan dengan memperlihatkan sisi lain dari Italia. Sedangkan “76 Minutes and 15 Seconds with Abbas Kiarostami” menggambarkan momen-momen yang terjadi dalam hidup Kiarostami. Film ini merupakan film dokumenter yang disutradarai oleh Seifollah Samadian. Lewat kedua film tersebut penonton diajak untuk kembali mengenang Kiarostami dan melihat kebesaran karyanya. Tribute to Abbas Kiarostami mampu menyihir penonton yang hadir. Tesa misalnya, penonton asal Semarang ini mengaku terpukau terutama pada film “Take Me Home”. “Ini kali pertama saya menonton film karya Kiarostami. Sebelumnya saya tidak tahu dia dan karya-karyanya, tetapi banyak teman yang merekomendasikan untuk menonton filmnya itu. Ternyata, filmnya memang recommended sih”, ujar Tesa.

Pada 3 Desember 2016 JAFF akan menggelar beberapa pemutaran di 3 venue pemutaran dan satu public lecture di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Acara puncak akan dilaksanakan pada pukul 19.00 WIB dengan rangkaian acara upacara penutupan, pengumuman dan penyerahan awarding, serta menonton bersama film Travelling With Bomb karya Nurlan Abdykadyrov.

*****
Informasi lebih lanjut :
Website: www.jaff-filmfest.org
Twitter & Instagaram : @JAFFJogja
Lidia (0853 3000 0600)

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *