“SAIDJA : Once Upon a Time In The East” sebuah kolaborasi antara teater, musik, teater boneka, tari dan story telling. SINOPSIS Saidja, adalah seorang lelaki tua yang menghabiskan masa senja di Kampung Tebu, sebuah kampung sederhana di kaki gunung berapi dengan dua orang cucunya, Dewi dan Sunan yang membuka jasa pariwisata kecil kecilan. Kampung Tebu adalah sebuah kampung kecil yang menyimpan banyak kisah. Di kampung itu terdapat sebuah puing pabrik gula yang sempat dimiliki sebuah keluarga Belanda sejak tahun 1900-an. Sampai akhirnya sekelompok pemuda Indonesia yang tengah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia membakar pabrik gula tersebut. Dan Saidja adalah salah satu di antara mereka. Masa tua Saidja nampak baik-baik saja, sampai seorang lelaki Belanda bernama Eric Coen, mampir ke warung mungil milik cucunya. Ia tengah dalam perjalanan mencari tahu latar belakang keluarganya yang konon adalah pemilik pabrik gula di Kampung Tebu. Saat ia menunjukkan foto seorang gadis, tanpa sengaja ia membuka luka lama Saidja di masa mudanya. Bayangan tentang Oddah, kekasih Saidja, tentang Wally Coen, putra sang pemilik pabrik gula, tentang Jan Princen yang membawa Oddah pergi… dan tentang banyak darah yang tertumpah.. Ini adalah sebuah kisah cinta di tengah masa yang kejam dan revolusi. “SAIDJA : Once Upon a Time In The East” , adalah sebuah pementasan teater hasil kolaborasi dari Het Volksoperahuis (Belanda), Rop Severin (Belanda) , Papermoon Puppet Theatre (Yogyakarta) dan sejumlah musisi. Pementasan ini menggabungkan beberapa elemen yaitu teater, story telling, teater boneka, tari dan musik. PROFILE Het Volksoperahuis (Belanda) Het Volksoperahuis adalah sebuah kelompok teater musik yang terdiri dari Jef Hofmeister, seorang musisi dan Kees Scholten- seorang aktor dan sutradara. Karya-karya mereka biasanya berisi tentang kisah kisah individu yang menjadi cermin dari isu isu besar. Pertunjukan mereka diwarnai dengan musik, lagu, humor, tapi juga tajam. Selama beberapa tahun terakhir kelompok ini tengah mengolah isu tentang pengaruh masa kolonial Belanda pada kehidupan hari ini. Tahun lalu mereka membuat dua buah karya di Curasao (sebuah pulau di Karibia yang menjadi koloni Belanda sampai tahun 2008) mengenai pengaruh perbudakan pada kehidupan mereka hari ini. Papermoon Puppet Theatre Papermoon Puppet Theatre adalah buah pikir dari Maria Tri Sulistyani dan Iwan Effendi. Sejak tahun 2006, Papermoon telah melakukan eksperimen di dunia seni teater boneka, dengan menggabungkan elemen seni pertunjukan dan seni visual. Mengangkat tema-tema sosial, kisah-kisah personal yang dilatarbelakangi tema sejarah melalui pementasan teater boneka tanpa kata, Papermoon Puppet Theatre bermaksud untuk membuka kemungkinan yang lebih luas atas kemampuan yang dimiliki seni teater boneka itu sendiri. Selama 8 tahun berkarya, kelompok yang beranggotakan 6 orang (Beni Sanjaya, Anton fajri, Octo Cornelius, Wulang Sunu, iwan Effendi dan Maria Tri Sulistyani) ini sudah menjejakkan kaki mereka di beberapa negara Seperti New York City, Rhode Island, Philadelphia, Washington DC, Iowa, Easton, Baltimore- United States of America, Amsterdam- Netherland, Yokohama-Japan, India, South Korea, Malaysia, Singapore, Melbourne and Darwin-Australia. ...