Press Release Festival Film Dokumenter 2013 Forum Film Dokumenter kembali menggelar Festival Film Dokumenter (FFD) di penguhujung tahun 2013. Masih dengan semangat yang sama, untuk yaitu membumikan Dokumenter kepada masyarakat luas. FFD merupakan festival film pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang secara khusus memberikan ruang untuk dokumenter. Dokumenter sebetulnya sudah lama ada di Indonesia. Terutama ketika masa Orde Baru, dokumenter digunakan sebagai propaganda. Dokumenter cenderung membahas isu-isu yang menampilkan keindahan saja. Sedangkan isu-isu lain yang terjadi seperti kemiskinan, kriminalitas, dan sebagainya tidak disorot. Terjadi pembatasan dalam berkarya, terkait isu mana yang layak diterbitkan dan tidak. Akibatnya, masyarakat cenderung menomorduakan dokumenter karena dianggap kurang menarik dan membosankan. Dokumenterpun menjadi terpinggirkan dalam dunia sinema Indonesia. Memasuki masa reformasi, mulai banyak festival film yang bermunculan. Namun dokumenter masih terpinggirkan. Ia hanya menjadi bagian kecil dalam setiap festival. Padahal, mulai banyak pembuat film yang mulai membuat dokumenter sebagai salah satu bentuk protes terhadap rezim pemerintah. Namun melihat kondisi dimana masyarakat cenderung mengabaikan dokumenter, jelas tidak akan mencapai titik temu. Melihat kondisi tersebut, tercetuslah ide untuk menggelar sebuah festival yang secara khusus berfokus pada dokumenter. Akhirnya di tahun 2002, untuk pertama kalinya FFD digelar. Sebagai festival pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang berfokus pada dokumenter, FFD pada saat itu mencoba untuk memberi ruang bagi masyarakat umum untuk mulai menoleh ke dokumenter. Salah satu programnya adalah Kompetisi Dokumenter. Hasilnya tidak mengecewakan, secara perlahan mulai banyak karya-karya yang diikut sertakan dalam kompetisi. Kualitas dari karya-karya tersebutpun meningkat setiap tahunnya. Kehadiran FFD ditengah masyarakat untuk menawarkan dokumenter yang lebih progresif dirasa sukses. Untuk tahun ini, FFD mengangkat perspektif No Bond, No Boundaries. Secara harafiah, kalimat tersebut memiliki arti yaitu ‘bebas ikatan, bebas batas’. FFD disini bukan mencoba untuk menghilangkan batas-batas, melainkan mempertanyakan kembali, apa sih sebenarnya batas-batas itu? Apa yang membuat batas-batas tersebut? Ketika kita bicara soal batas wilayah, maka yang kita bahas adalah masalah administratif. Yogyakarta dan Jawa Tengah misalnya, berada dalam satu teritori yang sama yaitu bagian tengah pulau Jawa. Namun secara administratif jelas merupakan dua wilayah yang berbeda. Yogyakarta berdiri sendiri sebagai sebuah propinsi. Begitu juga dengan Jawa Tengah. Batas-batas tersebut antara lain digunakan untuk membentuk identitas. Identitas sebagai Yogyakarta dan Jawa Tengah. Akan tetapi dengan adanya batas-batas tersebut, apakah lantas keduanya menjadi terpisah tanpa ikatan? Apakah keduanya tidak saling mempengaruhi satu sama lain? Sama halnya ketika membicarakan dokumenter. FFD sebagai festival di Indonesia, dengan festival dokumenter lainnya diluar sana. Jarak lokasi menjadi pembatas antara keduanya. Namun hal ini tidak lantas membuat keduanya tidak memiliki suatu ikatan. Apa yang ada diluar sana, festival diluar sana, kemudian menjadi acuan kita di sini sebagai sesuatu yang ideal. FFD berusaha untuk menjadi festival dokumenter yang ideal karena mengacu pada sesuatu diluar sana. Batas-batas seolah-olah melebur, menghilang, namun justru muncul suatu ikatan yang kuat. Disinilah poin penting dari perspektif FFD pada tahun ini, No Bond, No Boundaries, yaitu sebagai upaya untuk mengkritisi batas-batas serta ikatan yang terjadi disekitar kita. FFD 2013 ini akan berlangsung pada 9-14 Desember 2013 mendatang, di kompleks Taman Budaya Yogyakarta (TBY). FFD tahun ini boleh jadi festival yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yang pertama, pada tahun ini, FFD secara khusus akan berfokus pada pemutaran film dan penonton. Yang kedua, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana FFD menghadirkan pembicara atau pemberi materi dari luar negri, pada tahun ini semua pembicara, pemberi materi, maupun juri adalah dari Indonesia. Pemutaran film akan terbagi menjadi beberapa program. Yang pertama adalah Perspektif, yaitu program rangkaian pemutaran film yang menampilkan topik utama, baik itu film dokumenter nasional maupun internasional. Yang kedua ada Spektrum, program yang menampilkan berbagai bentuk film dokumenter terutama film internasional, sebagai bahan referensi sekaligus pembanding bagi Film Dokumenter Indonesia. Kemudian ada SEADoc, yaitu program yang secara khusus dibuat sebagai wadah apresiasi terhadap para sineas dokumenter dari Asia Tenggara, dimana pada tahun ini yang akan ditayangkan adalah karya-karya film dari Myanmar. Yang tak kalah penting dalam FFD 2013 adalah program Kompetisi. Program yang sudah diadakan sejak pertama kali FFD diadakan ini selalu diadakan setiap tahunnya dan hanya terbuka untuk para pembuat film Indonesia, guna menjadi wadah bagi para teman-teman sineas dokumenter Indonesia untuk menyalurkan entah gagasan, ide, maupun kritik melalui film dokumenter. Program ini bisa dikatakan berhasil, terbukti dari meningkatnya jumlah karya yang diterima yaitu sebanyak 97 buah. Itu tandanya tidak hanya rasa ketertarikan akan dokumenter saja yang meningkat, melainkan kebutuhan mereka – para pembuat film – untuk menunjukkan karya dan mengikutsertakannya dalam kompetisi meningkat. Adapun program kompetisi ini terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: KATEGORI PANJANG 1. Children of a Nation karya Sakti Parantean (84 min) 2. Setelah 15 Tahun… karya Tino Saroengallo (93 min) 3. Anak Sabilan, Dibalik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip) karya Hafiz Ranjacale (160 min) 4. Begini lho, Ed! karya Lasja F. Susatyo dan Alit Amba (41 min) 5. Dibalik Frekuensi karya Ucu Agustin (144 min) KATEGORI PENDEK 1. 400Words karya Ismail Basbeth (13 min) 2. INTIONG (India-Tionghoa) karya Gabriella Dhillon (7 min) 3. Show Must Go On karya Diyah Verakandhi (27 min) 4. Berteman Dengan Perbedaan karya Budiyanto (21 min) 5. MERAH ITU BERANI karya Mazda Radita Roromari (12 min) 6. Farewell My School karya Ucu Agustin (13 min) 7. The Flaneurs #3 karya Aryo Danusiri (4 min) KATEGORI PELAJAR 1. Secarik Kisah Panyatan karya Rizqi Pangestu (8 min) 2. Usman Janatin karya Doni Saputra (15 min) 3. KAMPUNG TUDUNG karya Yuni Etifah (15 min) 4. Rumah Industri Rully karya Lia Budi Cahyani (9 min) 5. Watu Bike karya Agustinus Saputra (5 min) 6. Masih Ada Asa, Voice of Trisma karya Arya Artana (22 min) 7. Ksatria Sembrani karya Festian Febriani (25 min)...