Diskusi/Bedah Buku
PUNK (KOK) MUSLIM
Tinjauan Antropologis Saling Pengaruh Punk dan Kesalehan di Jawa
Pembicara:
– Élise Imray Papineau (Penulis Punk (Kok) Muslim dan Mahasiswa Doktoral Griffith University)
– Wowok ERWE (Pegiat Musik)
– Irfan R. Darajat (Dosen Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi SV UGM, dan Peneliti Laras: Studies of Music in Society)
Moderator:
Gilang Mahadika (Mahasiswa Magister Antropologi UGM)
Kamis, 29 September 2022
19.00 – selesai
di IVAA (Indonesian Visual Art Archive, Gang Hiperkes 188 A-B Jl. Ireda, Dipowinatan Keparakan, Yogyakarta Indonesian Visual Art Archive )
Pada 1990-an, musik punk mulai masuk ke dalam masyarakat Indonesia. Bertepatan dengan perjuangan politik nasional melawan rezim Orde Baru Presiden Soeharto, punk dengan cepat diadopsi sebagai titik temu mengekspresikan ketidakpuasan terhadap pemerintah represif saat itu. Pada 2018, dua dekade setelah jatuhnya Soeharto, punk terus memikat dengan sikap bebas, gaya non-konformis, dan etos independennya. Namun di Jawa, pulau sentral di Indonesia, punk memiliki fungsi baru dan agak tidak terduga: dakwah. Tren muslim punk mengungkapkan bahwa kelompok agama konservatif mengadopsi etos punk dan citra pendakwah, bahwa semakin banyak punk menjadi otoritas agama, dan bahwa pasar yang berkembang menjadikan simbol punk dan Islam menjadi komoditas. Saling pengaruh aneh antara punk dan Islam menimbulkan banyak pertanyaan tentang apa artinya menjadi punk dan menjadi muslim, tidak hanya di era budaya konsumen dan globalisasi, tetapi juga di saat kebangkitan Islam.