ANTI SPORT-SPORT CLUB
Masa pandemi yang berlangsung lebih dari setahun secara tidak langsung memengaruhi medan sosial warga kota. Belum lagi bunga-bunga peraturan pemerintah lewat ‘Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat’, yang kemudian membuat beberapa kawanan membentuk jejaring baru secara organik. Begitu juga yang terjadi di studio lukis Soni Irawan di kawasan Nitiprayan, berkumpulah individu-individu dari berbagai latar belakang yang berbeda, baik usia, profesi, hobi, latar belakang pendidikan, bahkan selera musik. Alasan mereka berkumpul hanya satu: melepas kejenuhan dari aktivitas sehari-hari yang terbatas.
Begitu juga saya, sekali dua kali mampir ke studio untuk sekadar berbagi cerita-cerita ringan, juga menjaga kewarasan untuk tetap bersosial. Sehari-harinya di studio Soni Irawan hanya ada Ditya, Suparyanto Bofag (asisten), dan Danish Unguku, anaknya. Di sana kemudian saya mengenal nama-nama baru, dan bertemu sosok-sosok yang sudah saya kenal baik sebelumnya. Ada dua mahasiswa yang kebetulan baru lulus dari Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta; Miftahul Khoir, dan Oggz. Selain itu kerap hadir Erfianto Guritno Wardhana, Yusuf Novantoro, Iwank HS dan beberapa kawan lainnya.
Semakin lama, intensitas pertemuan individu-individu ini pun semakin rapat, hingga tercetus untuk sama-sama berolahraga agar kesehatan terjaga dan imunitas tubuh semakin meningkat. Olahraga yang disepakati adalah: Basket. Tentu saja kualitas permainan di lapangan tidak seperti yang terjadi pada klub basket pada umumnya; Banyak bergaya, penuh canda, minim skill, tidak paham peraturan, dan seenak-enaknya, tapi tetap serius!
Ada beberapa alasan kenapa cabang olahraga ini yang dipilih. Selain untuk ‘keren-kerenan’ demi ketahanan konten, bermain basket juga menuntut sportifitas, stamina, keterampilan, ketangkasan, dan kekompakan. Dari beberapa hal tersebut, kemudian Soni Irawan menginisiasi untuk membuat sebuah pameran seni rupa. Kelompok ini pun dinamai ‘Anti Sport-Sport Club’, kelompok olahraga yang (sebenarnya) tidak suka berolahraga. Berawal dari pertemuan di studio lukis, pindah ke lapangan basket, dan kembali ke studio untuk berkarya. Dari latar belakang yang beragam, tentu akan menghasilkan karya yang berbeda.
Dua mahasiswa “fresh graduate” tersebut di atas juga berasal dari latar belakang yang beda; Miftahul Khoir adalah anak punk dari Jawa Timur yang juga mantan anak jalanan dan Oggz adalah seniman graffiti yang gemar berolahraga. Sementara Danish Unguku adalah siswa SMP kelas 2 yang bermain band dan aktif berkarya seni, dan Suparyanto Bofag adalah musisi cutting edge, desainer kaos yang bosan merantau di Jakarta dan aktif berseni rupa.
Beberapa nama lain yang sebelumnya sudah saya kenal dekat adalah Yusuf Novantoro, seorang illustrator berlatar belakang santri yang juga bekerja di bidang event organizer. Selain itu ada Erfianto Guritno Wardhana, ia aktif bekerja di dunia film, baik di balik layar sebagai penata artistik, maupun di depan layar sebagai aktor, sesekali lulusan Seni Rupa ISI Yogyakarta ini juga bermain musik. Iwank HS adalah komikus yang juga ‘sregep’ membuat mural. Ia juga aktif bermain musik, keduanya merupakan kakak beradik.
Lalu, bagaimana karya ‘Anti Sport-Sport Club’ ini bisa dijabarkan? Berikut wawancara Soni Irawan dengan para seniman:
Kelebihan kelompok ini adalah keberagaman latar belakang kehidupan masing2 pesertanya. Setiap personil mempunyai selera dan karakter sama kuatnya
Yogi, street artist muda lulusan fakultas seni rupa yg namanya mulai muncul ditahun ini membuat sebuah seri karya graffiti yg layak ditampilkan di dlm galeri, seperti menampilkan sebuah artefak street art dr jalan yg menjadi penanda jaman, Yogi mencoba mengeksplorasi tekstur, garis, warna yg dihasilkan teknik spray paint
Khoir, mantan anak street punk yg tahun ini berhasil menyelesaikan pendidikannya di fakultas seni, yg sedang mencoba berdamai dengan diri sendiri menampilkan dua karya yg cukup besar dan sangat berbeda karakternya. Ketika disajikan berdampingan seperti menampilkan pergulatan hidupnya yg kontras;mempunyai dua sisi yg berbeda
Bofag, pensiunan rockstar lokal yg mencoba merubah jalan hidupnya dengan senirupa.
Menyuguhkan seri karya 7 panel yg berusaha menggambarkan keseimbangan hidup dari senin sampai minggu dengan bersenang2. Pengaruh budaya panggung dan konfeksi tempat dia bekerja dahulu sangat terlihat dari kolase kain dan pernak pernik glamournya kostum seorang performer dari penyanyi dangdut, sampai glamrock
Gurit, seorang pekerja seni media rekam yg mempunyai latar belakang pendidikan seni cetak (printmaking) mencoba membuat karya hitam putih yg memakai falsafah jawa sebagai pijakan tema karyanya. komposisi gambar yg fotografis ditransfer ke teknik cukil kayu yang sangat manual/kuno seperti ingin menunjukan masalah kehidupan modern masih bisa diselesaikan dengan falsafah yg sudah dianggap kuno
Novan, seorang yg berbekal pendidikan dan kehidupan pesantren yg religius semakin memperkuat karakternya dgn menyelesaikan pendidikan di UIN Sunan Kalijaga, menampilkan karya yg religius dengan gaya dekoratif campuran ornamen/ukiran jawa dan karakter font dan ilustrasi band2 death metal. Mencoba membuat ramuan dari religi, tradisi dan gaya hidup (musik)
Iwank, seorang pejuang komik militan, musisi yg mempunyai karakter yg kuat, disetiap karyanya selalu menggabungkan dua hal yg dia cintai, komik dan musik, untuk mengangkat tema-tema lokal yg ada disekitarnya. Berusaha jujur dalam berkarya dengan hanya membuat cerita/tema karya dr kejadian yg benar2 dia alami
Danish, anak seniman, remaja cewek generasi gadget, sneakerhead, fans lil mosey dan tom morelo. Pecinta binatang yg sangat peduli terhadap hak hak binatang. Di karya ini dia mencoba menyuarakan keresahannya terhadap situasi yg terjadi di jalan2 jogja,tentang eksploitasi kuda sebagai angkutan kota dengan bahasa gambar yang cukup kekinian/pop.
Salam Hormat,
Anti Sport-Sport Club
Narahubung: ( 081229000914) DITYA