Festival merepresentasikan sebuah bentuk baru peristiwa budaya yang kekayaan tematiknya dikutip dari paruh kedua abad ke-20. Pada sebuah masyarakat yang menjadi posmodern, mereka membangun suatu bentuk kenangan yang kabur dari suatu pesta rakyat yang hidup bersama untuk mencari kebersamaan. Di tahun-tahun belakangan, muncul festival-festival lokal yang dimanfaatkan oleh aktor lokal untuk tidak saja membangun memori kolektif, tetapi juga untuk mengajak masyarakat di luar lingkungan menjadi bagian dari festival mereka, meski itu terkadang sekedar sebagai pengunjung.
Festival sejenis itulah yang muncul di kawasan Oyo, meski sasaran utamanya adalah mengundang pengunjung melewatkan waktu-waktu libur mereka di situs itu, tetapi masyarakat lokal ingin merevitalisasi mitos-mitos lama dalam model aktivitas budaya modern.
Sompok dan Kedungmiri adalah dua dusun yang bertetangga di desa Sriharjo, Imogiri, Bantul, DIY. Di kedua dusun ini, sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai buruh dan petani kecil, sisanya adalah pengrajin, wirausaha, dan pegawai negeri sipil.
Kedua dusun ini memerlukan perhatian yang lebih untuk mengangkat perekonomian warga. Kedua dusun tersebut memiliki potensi wisata yang potensial untuk dikembangkan. Perpaduan antara persawahan terasering di punggung perbukitan, aliran sungai Oyo yang hijau dan asri, air terjun kecil yang mengalir di perbukitan purba dari dusun Pengkol, Sompok hingga ke Kedungmiri. Kehidupan masyarakat di sini masih diwarnai budaya lokal yang kuat. Tidak hanya itu, di wilayah ini juga terdapat jembatan gantung kayu yang membentang di atas sungai Oyo, menghubungkan dusun Kedungmiri dengan Kelurahan Selopamioro.
Masyarakat di daerah tersebut memanfaatkan angin untuk membuat berbagai macam kitiran yang mengeluarkan bunyi-bunyian tertentu. Warga desa biasa meletakkan kitiran bersuara tersebut di areal persawahan untuk mengusir burung pengganggu tanaman padi. Sementara itu, saat akhir musim kemarau dan menjelang musim hujan adalah waktu angin bertiup kencang.
Batu akik juga dapat ditemukan di daerah ini, namun karena promosi yang kurang maksimal belum dapat menaikkan pamor batu akik sungai Oyo dari Kedungmiri di kalangan pehobi batu akik. Potensi-potensi yang ada di kedua dusun ini sangat menjanjikan apabila dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata. Perlu adanya pembentukan, pengelolaan , dan promosi wisata yang maksimal agar dusun ini dapat mengembangkan produk-produk wisatanya.
Pada tahun 2015 ini Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkerjasama dengan Program Studi Bahasa Prancis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada dan Karang Taruna dusun Sompok dan dusun Kedungmiri Imogiri Bantul menggelar sebuah acara yang bertajuk “Festival Sewu Kitiran 2015”—sebagai lanjutan dari festival yang sama yang pernah diselenggarakan ketiga institusi itu pada 2014.
Acara tersebut bertujuan untuk menciptakan sebuah atraksi destinasi di dusun Sompok dan dusun Kedungmiri agar dapat mendorong tumbuhnya ekonomi wisata dan potensi ekonomi lainnya. Sebagai media promosi bagi Sompok dan Kedungmiri Festival Sewu Kitiran pada tahun ini mengangkat tema “di sini seneng di Sono Seneng” tema tersebut dibesut karena acara Festival Sewu Kitiran ini digelar bersamaan dengan peresmian panggung alam Sono Seneng yang bertempat di dusun Kedungmiri.
Rangkaian acara festival sewu kitiran akan dilaksanakan selama dua hari yaitu pada tanggal 14 dan 15 November 2015 di antaranya : gejog lesung, pagelaran Wayang kulit, kethoprak, karawitan, jathilan, kirab kitiran bocah, bazar dusun dan peresmian panggung Sono Seneng. Tidak hanya itu saja, ada juga lomba seperti lomba masak thiwul yang diikuti kurang lebih 14 kelompok, lomba kitiran yang diikuti kurang lebih 40 kelompok dan, tentu saja lomba fotografi. Untuk pendaftaran lomba kitiran dan fotografi bisa datang langsung pada hari sabtu 14 November 2015 atau hubungi contact person yang tersedia di poster.