#Togua
Bagi warga Jogja, atau mereka yang peduli dengan Jogja, terutama netizen, tentu masih
membekas dalam ingatan tentang heboh tagar “#togua” di sosial media, November
2014, lalu. Di mana saat itu rancangan rebranding Jogja yang dirancang oleh Mark Plus
mendapat kritikan dahsyat dari warganya sendiri. Bahkan tagar #togua, yang
merupakan plesetan dari “Jogja” karena pilihan typografi logonya terbaca seperti
“Togua”, sempat menjadi trending topic nasional, artinya mereka yang bukan wong Jogja
juga memberi perhatian sangat tinggi pada rancangan logo baru yang diusulkan
tersebut. Segala sesuatu yang terjadi di Jogja memang sexy untuk dibahas.
Akan sangat bijak jika kritikan-kritikan dari warga Jogja sendiri tersebut dimaknai
sebagai wujud rasa cinta dan rasa memiliki yang sangat dalam. Mereka tidak rela jika
Yogyakarta mempunyai logo yang buruk. Lebih jauh, banyak juga yang menanyakan,
apakah Jogja perlu rebranding? Apakah tidak lebih baik beberapa kekurangan
Yogyakarta diperbaiki terlebih dahulu kemudian baru membuat brand identity? Perlu
dipahami, bahwa aturan anggaran membuat proses rebranding ini tidak bisa
diurungkan, karena begitu anggaran sudah dikeluarkan dan meskipun hanya sebagian
baru digunakan maka harus dipertanggungjawabkan hasilnya.
Akhirnya gayung bersambut, setelah heboh “togua” Pemda DIY membuka ruang
partisipasi warga untuk merumuskan rebranding Jogja. Beberapa sesi dengar pendapat
dilakukan, meskipun warga yang hadir tidak menggambarkan hebohnya “togua” di
sosial media, kebanyakan mereka yang hadir adalah praktisi di industri kreatif, desainer
grafis, aktivis sosial dan seni-budaya.
Urun Rembug
Pemda DIY, kemudian membentuk Tim11 yang ditugaskan melalui Surat Keputusan
Gubernur untuk membantu memfasilitasi partisipasi warga dalam rebranding Jogja
tersebut. Anggota Tim11 adalah; Herry Zudianto (eks Walikota Jogja/ Ketua PMI DIY/
Koordinator Tim11),
Butet Kertarajasa (Seniman),
Sumbo Tinarbuko (Dosen DKV
FSR ISI Yogyakarta), Ong Hari Wahyu (Seniman, Desainer Grafis Senior)
Ahmad Noor
Arief, (Direktur Utama Dagadu Djokdja),
Marzuki Mohamad (Jogja Hiphop
Fondation
), dr. Tandean Arif Wibowo (IMA Yogyakarta
), Waizly Darwin (CEO
Marketeers, Markplus
M), Suyanto (Amikom Yogyakarta
), Fitriani Kuroda (Jogja
International Heritage Walk
), M. Arief Budiman (CEO Petak Umpet/ P3I Pengda DIY).
Para anggota Tim11 bersepakat bahwa kerja mereka sukarela, tidak mau menerima
honor dan juga tidak meminta dana operasional. Mereka menyusun konsep “Urun
Rembug” sebagai sebuah proses penciptaan bersama (co-creation) bukan lomba desain
logo, juga meminta Pemda DIY untuk menyediakan uang hadiah 200 juta bagi para
penyumbang ide logo dan tagline terbaik.
Konsep partisipasi ini disambut baik, dibuktikan dengan hasil dari Urun Rembug Jogja
ini berhasil menjaring 2166 urunan logo dan tagline yang dikirim oleh 1191 orang.
Selama sekitar tiga minggu, Tim11 memilih ribuan sumbangan ide dari masyarakat
tersebut, kemudian terpilih 7 logo terbaik untuk dipadukan. Artinya, logo yang akan
dihasilkan adalah hasil perpaduan dari beberapa logo terbaik tersebut. Proses
memadukan ini akhirnya menghasilkan 3 logo yang kemudian dipilih salah satu oleh Sri
Sultan HB X. Sementara, tagline “Istimewa” terpilih karena 40% penyumbang tagline
mengusulkan kata itu.
Jogja Istimewa
Setelah hampir tiga bulan bekerja, akhirnya pada tanggal 5 Februari 2015, rebranding
Jogja yang baru diumumkan lengkap dengan filosofinya.
Sembilan arah pembangunan Jogja Renaisans yang meliputi bidang-bidang; pendidikan,
pariwisata, teknologi, ekonomi, energi, pangan, kesehatan, keterlindungan warga, tata
ruang dan lingkungan, disimbolkan dalam huruf “g” yang berbentuk angka sembilan.
Titik dalam huruf “j” dalam bentuk biji dan daun juga lubang pada huruf “g”
melambangkan filosofi Cokro Manggilingan; wiji wutuh, wutah pecah, pecah tuwuh, dadi
wiji, yang menjadi pedoman pembangunan yang lestari dan selaras dengan alam.
Huruf “g” dan “j” yang saling memangku dan bersinggungan melambangkan semangat
“Hamemayu Hayuning Bawana” – pedoman bagi setiap pemimpin dan pengampu
kebijakan untuk selalu bercermin pada kalbu rakyat. Ini juga diartikan sebagai tugas
pemimpin yang siap untuk menjadi pelayan rakyat dengan mewujudkan pembangunan
yang memanusiakan manusianya.
Warna merah yang digunakan sebagai warna resmi logo tersebut berasal dari lambang
kraton. Merah mencerminkan keberanian, ketegasan, kebulatan tekad. Warna merah di
atas putih menggambarkan Jogja yang menyimpan roh ke-Indonesia-an yang berdiri
kokoh di atas sejarah panjang kebudayaan unggul Nusantara.
Tagline “Istimewa” mencerminkan keistimewaan Jogja yang progresif, berintegritas, dan
memiliki diferensiasi yang kuat dibanding daerah lain.
Jogja Gumregah
Tim11 memberikan rekomendasi bahwa konsep citizen branding “Jogja Istimewa” ini
harus dibumikan agar menjadi milik semua lapisan warga Yogyakarta. Jargon “Jogja
Renaisans” dialihbahasakan menjadi “Jogja Gumregah” dan diturunkan sebagai sebuah
gerakan kebudayaan untuk membuktikan “keistimewaan” tersebut, yang bukan hanya
sebagai status politik, namun juga “roh” kehidupan yang bisa dirasakan warganya.
Melihat kondisi Yogyakarta akhir-akhir ini, tentu saja tagline “Jogja Istimewa”
menghadapi tantangan berat untuk bisa dibuktikan terus menerus oleh seluruh jajaran
pemerintah DIY dan warganya. Proses Urun Rembug Rebranding Jogja adalah penanda
terbukanya ruang-ruang diskusi antara Pemda DIY dan warganya. Semoga proses
rebranding ini bisa dijadikan role-model untuk menjawab berbagai persoalan
Yogyakarta kedepan. Karena hanya dengan semangat “golong-gilig” seperti inilah
keistimewaan itu bisa dibuktikan.
Dengan semangat yang sama konsep launching citizen branding “Jogja Istimewa”
digarap secara partisipatif antara Pemda DIY dan warga masyarakat dalam bentuk
Pisowanan Agung, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul 14:00 s/d 18:00. Acara ini juga
bertepatan dengan pengetan jumenengan Sri Sultan HB X ke-26. Ribuan warga dari
seluruh 5 kabupaten/kotamadya akan bersatu dalam kirab kebudayaan di sepanjang
jalan Maliboro menuju pagelaran kraton Yogyakarta untuk menyerahkan brand baru
“Jogja Istimewa” lengkap dengan filosofinya sebagai “pusaka masa kini” yang
diharapkan menjadi senjata bagi Yogyakarta dalam menjawab tantangan jaman.
Salam Istimewa !
Sumber Pelengkap:
– Lebih lengkap tentang proses rebranding bisa dilihat di www.urunrembugjogja.com
– Konsep rebranding berikut final art work Jogja Istimewa bisa diakses di
https://drive.google.com/folderview?id=0BzaCT4wCfPidfm5TUVduakhjRWRJUXJMS
2FXQ09Yb3NxeWJjem9IRVhnR1Y4RHEza0VGYkE&usp=sharing
Narasumber :
Tim 11