Ngopinyastro Anjangsana: Napak Tulis Tamansiswa
Komunitas Ngopinyastro dibangun dengan kesadaran dan semangat membentuk ruang alternatif apresiasi sastra. Kesadaran yang dimaksud berasal dari pengejewantahan minimnya ruang apresiasi sastra khususnya dalam puisi beserta alih ragam dan bentuk yang ditampilkan dalam medan stage performance. Selain itu, kegelisahan akan dikotomi penyair dan bukan penyair jadi alasan mendalam Komunitas Ngopinyastro hadir sebagai taman terbuka bagi siapa saja yang ingin bebagi budi dan bahasa. Dalam gairahnya, panggung Malam Ngopinyastro (salah satu program rutin Ngopinyastro) dibentuk tanpa mimbar atau podium, semua berhak untuk mengapresiasi puisi dalam wujud performa.
Dengan mengumbar semangat yang sama Komunitas Ngopinyastro akan melibatkan diri memeriahkan Parallel Event Biennale Jogja XIV Equator #4 Age of Hope. Kali ini Komunitas Ngopinyastro menyelenggarakan sebuah acara bertajuk Anjangsana: Napak Tulis Tamansiswa. Memilih areal Tamansiswa bukan tanpa alasan. Terlepas sebagai lembaga, yang perlu dicatat di sini adalah “Taman Siswa merupakan ruang tumbuh kembang yang melahirkan para pelajar, sastrawan, dan seniman”. Misalnya adalah nama-nama berikut yang sudah tidak asing lagi, S. Sudjojono, Abas Alibasyah, Tino Sidin, Bagong Kusudiarjo, Wisnu Wardhana, Benyamin Sueb, Ateng, Kusno Sudjawardi, Butet Kartaredjasa, serta Djaduk Ferianto. Keberadaan nama-nama tersebut adalah bukti, di Taman Siswa inilah spirit mereka berkembang, suatu fenomena pernah terjadi di sana, Taman Siswa memiliki kontribusi besar dalam sejarah dan medan seni.
Turut bergerak dalam Parallel Event Biennale Jogja XIV, Ngopinyastro akan menggelar “Street Poetry” dengan mengambil salah satu titik di kota Yogyakarta yaitu areal Tamansiswa. Mengangkat sebuah tajuk “Anjangsana: Napak Tulis Tamansiswa”, kegiatan ini hendak menghadirkan performance yang lebih fleksibel dan spontan. Perfomance itu berupa jalan-jalan sambil berpuisi, menggambar, mendongeng, dan berkolaborasi dengan beberapa praktisi dan kolektif sastra dan seni. Beberapa di antaranya adalah kolektif seni Kalesang Artsas, kolektif rupa UNY Seruker, Pengamen Bangjo “Angklung Alaska Blensent “, performance visual oleh Alvin Rizal dan dongeng oleh Bunga Amalia.
Dalam pelaksanaannya pada Jumat, 10 November 2017 nanti, Ngopinyastro Anjangsana: Napak Tulis Tamansiswa akan dimulai dengan pembacaan puisi kolaborasi Ngopinyastro dan Pengamen Bangjo ” Angklung Alaska Blensent ” pada pukul 16.00 WIB di perempatan Pasar Sentul, Jl. Sultan Agung, Gunungketur, Pakualaman, Kota Yogyakarta . Layaknya pakansi, pengunjung yang ikut serta akan diajak menuju titik berikutnya yaitu di utara Lapas Wirogunan. Di area Wirogunan tersebut Kalesang Artsas dan para perupa dari UNY akan menyuguhkan performa untuk menyambut pengunjung dan merespons ruang publik. Terakhir, pengunjung akan dibawa menuju Museum Dewantara Kirti Griya untuk menyaksikan pembacaan puisi dan dongeng dan live painting.
Spirit ruang yang pernah menjadi saksi dalam proses kreatif mereka dalam hal ini tokoh, masih tetap ada dan akan bertumbuh hingga kini. Khususnya bagi dunia sastra dan multidisiplin seni di Yogyakarta. Sehingga memutuskan Tamansiswa sebagai medan performa dan mitra ruang bagi kolektif seni atau sastra cukup substansial. Semangat zaman yang masih berpendar dan berkilat-kilat itu patut dipilih untuk diziarahi dan bahkan mungkin diberi anjangsana bagi mereka yang sedang rindu.
@galihfajar__
Komunitas Ngopinyastro Yogyakarta, November, 2017