PAMERAN KELILING KULTURSINEMA
Kedai Kebun Forum – Yogyakarta, 3-7 April 2019
Penggunaan arsip sebagai materi pameran sebenarnya sudahlah lazim digunakan pada pameran seni rupa atau seni lintas medium lainnya. Secara fungsional, arsip umum dipakai sebagai rujukan data faktual bahwa telah terjadi suatu peristiwa di rentang waktu tertentu. Informasi tersebut memberi penekanan kontekstual, sebagai salah satu fondasi dasar dari pernyataan yang ingin diutarakan kepada khayalak terhadap peristiwa yang ingin diangkat.
Bila kita membicaran arsip filem, tentu ada cukup banyak bagian-bagian terkait yang berhubungan langsung dengan kultur filem tersebut. Selain materi filem itu sendiri, beberapa unsur-unsur yang terkait itu adalah poster filem, informasi penayangan filem di berbagai harian, pencatatan terhadap pengalaman menonton, hingga dokumentasi personal dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kesemuanya ini memiliki signifikansinya sendiri untuk dihadirkan dalam sebuah pameran.
Kultursinema selalu berusaha memberikan penawaran lain terhadap penggunaan arsip dalam pameran. Penawaran ini berdiri pada anggapan bahwa arsip sebagai material faktual, perlu dikaji kembali dan dintrepertasikan ulang, baik bentuk maupun konteksnya, sesuai dengan kondisi mutakhir dan narasi yang diangkat. Ada cukup banyak pertanyaan ketika arsip sudah kami dapatkan, seperti: bila arsip tersebut berupa teks, siapa yang menuliskan teks itu, bila arsip itu berupa objek visual atau audio-visual, siapa yang melakukan perekaman, atas kepentingan objek tersebut diarsipkan, lembaga apa yang melakukan pengarsipan hingga apa saja proses yang dilalui oleh objek tersebut sebelum berakhir ke muara lembaga pengarsipan.
Di Indonesia sendiri, lembaga yang menyimpan arsip yang berhubungan dengan filem dan kultur yang melingkupinya adalah ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), Sinematek Indonesia dan Perpusnas (Perpustakaan Nasional). Lembaga-lembaga tersebut cukup banyak menyimpan arsip-arsip filem yang sejujurnya belum banyak dipamerkan dan dikaji lebih dalam.
Kultursinema berupaya menginterpretasi arsip dan memberi nilai artistik yang berbanding lurus dengan tema pameran yang coba diangkat. Sehingga saat penonton masuk ke dalam pameran, yang dialaminya bukan hanya sekedar melihat arsip mentah seperti melihatnya di lembaga arsip, tapi ada proses transformasi bentuk yang dilakukan oleh tim Kultursinema sehingga arsip itu memiliki penyataan artistik yang coba diangkat dalam pameran.
Pameran arsip seperti Kultursinema juga merupakan siasat untuk menyebarkan arsip-arsip tersebut ke publik. Beberapa arsip memang cukup sulit diakses oleh publik, terlebih arsip-arsip yang tidak berada di Indonesia. Tiap arsip yang kami angkat di pameran melalui proses negosiasi dan pertimbangan bahwa informasi tersebut penting untuk dipamerkan, yang lalu kami harapkan bisa menjadi diskursus baru tentang sinema dan kesejarahannya di Indonesia.
Tahun ini kami membuat pameran keliling di Jawa karena melihat Jawa adalah pusat perkembangan kultursinema di Indonesia. Selain itu konteks pameran keliling ini juga merujuk pada usaha sinema di masa awal yang mencoba mendekati audiens dengan membawa arsip itu ke ruang-ruang tempat publik bertemu.
Pameran Keliling Kultursinema akan dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu pada 7-11 Maret 2019 di Orbital Dago, Bandung, pada 3-7 April 2019 di Kedai Kebun Forum, Yogyakarta, pada 24-28 April 2019 di C2O Library and Collective, Surabaya, dan pada 1-5 Mei 2019 di Komunitas Hysteria, Semarang.
PROGRAM KULTURSINEMA KELILING YOGYAKARTA
[PAMERAN]
Kedai Kebun Forum, Yogyakarta
3-7 April 2019
11.00 – 19.00 WIB
——
[FORUM KULTURSINEMA]
“Ruang Ruang Menonton dan Arsip Filem”
3 April 2019, 19.00-21.00
“Penulisan Sejarah dari Arsip Filem”
5 April 2019, 19.00-21.00
“Reproduksi dan Representasi Arsip Filem”
7 April 2019, 19.00-21.00
——
[PEMUTARAN FILEM]
“Jagoan Lokal, Bandit Kolonial”
4 April 2019, 19.00-21.00
Matjan Berbisik (The Whispering Tiger), Tan Tjoei Hock, 1940, 60 menit
6 April 2019, 19.00-21.00
Gagak Item (Black Crow), Joshua Wong dan Othniel Wong, 1939, 27 menit (film excerpt)
6 April 2019, 19.00-21.00
Serigala Item (The Black Wolf), 1941, 38 menit (dari 87 menit)
——
Pameran, diskusi, dan penayangan gratis dan terbuka untuk umum
TENTANG KULTURSINEMA
Pameran Kultursinema adalah salah satu program dari ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. Ini merupakan sebuah upaya dalam membingkai peradaban sinema dalam pameran. Kultursinema melacak sejarah sinema Indonesia melalui arsip-arsip yang tersebar tidak hanya di Indonesia, tapi juga di beberapa negara lainnya.
TENTANG ARKIPEL
ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival menggagas dan menjadi ruang diskusi untuk membicarakan sinema dan media secara umum. Baik membicarakan ‘pendekatan bentuk estetika’ (form), strategi moda produksi, pengarsipan, kritik filem, industri komersil maupun nilai ekonomi dari produk yang dihasilkan oleh teknologi media ini (filem); hingga bagaimana peran sinema dan media melalui isu, persoalan, atau fenomena sosial-politik yang diangkatnya telah mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, baik di Indonesia maupun global. Setiap penyelenggaraannya, ARKIPEL selalu menghadirkan isu spesifik, terutama yang terkait dengan perkembangan, perubahan, dan juga persoalan di masyarakat Indonesia maupun global yang dibicarakan melalui budaya sinema. Festival yang pertama kali diselenggarakan tahun 2013 ini, digagas oleh Forum Lenteng, sebuah organisasi non-profit yang didirikan oleh pekerja seni, mahasiswa komunikasi, periset, dan pemerhati kebudayaan pada tahun 2003.
Forum ini bekerja dalam kerangka studi media audio-visual sebagai alat pembelajaran dan produksi pengetahuan media yang terbuka bagi masyarakat.
BIOGRAFI TIM KULTURSINEMA
MAHARDIKA YUDHA (1981, Jakarta, Indonesia) seorang seniman, kurator, dan salah seorang pendiri dan bekerja di Forum Lenteng. Sejak 2014 hingga sekarang, ia menjadi kurator pameran Kultursinema yang menjadi bagian dari perhelatan ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. Diluar dari aktivitas kuratorial rutinnya itu, ia juga menjadi kurator beberapa pameran, antara lain; Lost in Transaction, Pameran Tunggal Asep Topan (Jakarta, Indonesia, 2014); Reimagining Rocket rain (menjadi ko-kurator bersama Anggun Priambodo, Jakarta, Indonesia, 2014); OK. Video Orde Baru – 7th Indonesia Media Arts Festival (Jakarta, Indonesia, 2015); Prototipe, Pameran Tunggal Benny Wicaksono (Jakarta, Indonesia, 2015); dan Following (Jakarta, Indonesia, 2017).
AFRIAN PURNAMA (Jakarta, 17 April 1989), lulusan Universitas Bina Nusantara, jurusan Ilmu Komputer. Anggota Forum Lenteng, penulis di www.jurnalfootage.net, peneliti untuk Program Media Untuk Papua Sehat, serta kurator di ARKIPEL.
SYAIFUL ANWAR (Jakarta, 26 Februari 1983) Seorang seniman, sutradara filem dan juru kamera. Saat ini ia adalah Koordinator Produksi di Forum Lenteng, serta salah satu tim selektor dari Arkipel – Festival Filem Internasional Dokumenter & Eksperimental Jakarta.
LUTHFAN NUR ROCHMAN (Jakarta, 19 Agustus 1993), seorang pembuat film yang berbasis di Jakarta. Lulusan Arkeologi Universitas Indonesia ini, sehari-harinya juga aktif di Milisifilem Collective, sembari menyalurkan hobinya dalam mengulik budaya manga Jepang. Ia juga aktif berkegiatan di Lab Laba-Laba.
PRASHASTI WILUJENG PUTRI (Jakarta, 5 Desember 1991), seorang seniman performans dan organisator seni. Menamatkan pendidikan di bidang Kriminologi di Universitas Indonesia tahun 2014. Selain menjadi Koordinator Program Forum Festival ARKIPEL, saat ini ia juga aktif mengelola 69 Performance Club, sebuah platform untuk studi mengenai sejarah dan seni performans yang digagas oleh Forum Lenteng, serta menjadi salah satu partisipan di Milisifilem Collective. Karya-karyanya dapat dilihat di www.prashastiwp.com.
WAHYU BUDIMAN DASTA (Jakarta, 2 Januari 1991), seorang pembuat filem. Pada tahun 2017 ia mengikuti lokakarya “Doc-Clinic” di Wisma Jerman. Menjadi volunteer untuk ARKIPEL 2017 dan sejak saat itu ia aktif berkegiatan di Forum Lenteng serta aktif menjadi partisipan dalam program Milisifilem Collective.
DINI ADANURANI (Jakarta, 6 September 1998), seorang mahasiswa jurusan Filsafat, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Di kampusnya, ia terlibat aktif sebagai content writer di
UKM Sinematografi UI. Selain itu ia juga menulis untuk Deadpool UI, sebuah komunitas kajian budaya populer dan narasi alternatif mahasiswa Universitas Indonesia, dan jesuismager.wordpress.com. Ia juga seorang pembuat film. Sebagai sutradara, filmnya antara lain Aksi – Reaksi (2018), Noda (2018), Pintu (2016), dan Tiada (2016). Ia merupakan Direktur UI Film Festival 2019.
NARAHUBUNG
Kurator Pameran:
Mahardika Yudha
mahardikayudha@forumlenteng.org
Manajer Pameran:
Prashasti Wilujeng Putri
prashasti@forumlenteng.org / 081218000953
Instagram:
@arkipel
#kultursinema
ARKIPEL – Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival,
Jl. Haji Saidi No.69 RT.007/RW.05. Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta – 12530, Indonesia
Tel. 021-78840373 | Web. arkipel.org | Twitter. @arkipel | Facebook. /arkipel.festival