GORO-GORO DIPONEGORO
Kreasi baru penyajian seni sastra-tembang macapat pada
panggung pementasan dalam kemasan trans-kultural.
Kekuatan tradisi sastra Jawa – tembang macapat, yang secara artistik divisualkan sebagai sebuah tontonan yang kaya dengan lambang dinamika budaya digital.
Sebuah adaptasi babak sejarah Perang Jawa (1825-1830)
dengan Pangeran Diponegoro sebagai lakon sentral pada
peristiwa yang mengubah sejarah perebutan kekuasaan
Belanda melawan rakyat Jawa dan cikal bakal negara Indonesia
dimana kedua pihak bertikai saling mengalami penderitaan besar
akibat peperangan akbar tersebut.
Perang yang menyita perhatian bangsa Barat, sehingga Belanda mengambil tindakan
lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik bangsa Indonesia setelahnya, agar tidak lagi kecolongan oleh bangkitnya perjuangan perlawanan rakyat, dengan berbagai strategi lanjutan untuk meredam gejolak bangunnya mental “bertarung” bangsa ini, hingga hari ini.
Puisi Jawa macapat sebagai media utama pemaparan cerita
untuk mengikat lestarinya tradisi penuturan cerita dalam
kebudayaan Nusantara
Teknologi mutakhir visual animasi dan musik digital dilibatkan sebagai penanda keluwesan harmonisasi tradisi dan modernitas
========
SINOPSIS
Campur tangan Belanda semakin merongrong ke dalam pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta yang memicu kegeraman
Pangeran Diponegoro dan menyulut peperangan. Tempat kediaman Diponegoro di Tegalrejo yang diusik dan dibakar Belanda semakin
membulatkan tekadnya untuk membentuk pasukan dan mengobarkan perang Jawa (1825-1830) yang maha dahsyat. Dari Selarong
dengan strategi gerilya bersama ribuan rakyat Jawa, Pangeran Diponegoro memerangi Belanda di hampir separoh wilayah pulau Jawa.
Korban berjatuhan begitu banyaknya dalam peperangan tersebut dan berakhir dengan penangkapan Pangeran Diponegoro
oleh Jendral De Kock di Mageleng
=======