Setahun lewat beberapa purnama sudah berlalu sejak Rekah, grup post-hardcore asal Jakarta meluncurkan EP perdananya yang berkisah tentang gangguan mental. Kali ini mereka kembali dengan sebuah ajakan untuk berbicara tentang perundungan, atau mungkin biasa kalian kenal dengan padanannya dalam Bahasa Inggris: bullying.
Perundungan adalah hal yang berbahaya. Ia dapat meninggalkan luka yang sulit disembuhkan, baik pada korban maupun pelaku. Pada November 2015, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa 40% korban bunuh diri melakukannya akibat perundungan. Sialnya, masih banyak orang yang menyepelekan masalah ini. Mereka tak punya statistik untuk mendukung klaim ini, tapi sebagai kumpulan begundal, mereka tentu tak ambil pusing. Kalian bisa membuktikannya sendiri dengan observasi singkat pada tradisi penggojlokan yang masih lestari di beberapa sekolah tertentu.
Buat Rekah, musik selalu adalah tentang membuka ruang untuk bersuara. Lewat pengumuman yang diunggah di kanal YouTube-nya, Faiz, vokalis dari Rekah berbagi kisahnya tentang perisakan yang dia alami dan bagaimana hal tersebut memengaruhi hidupnya. Ia yakin bahwa banyak yang mempunyai pengalaman yang serupa, baik sebagai korban maupun pelaku.
Di sinilah kami masuk mengambil alih untuk meluncurkan materi terbaru dari Rekah. Rilisan yang berjudul …and you’re still thinking there’s no such thing as “Gulag”? ini akan diluncurkan dalam dua bentuk: video musik dan zine.
Lewat video musik yang disutradarai oleh Johan Junior, sutradara muda sekaligus penabuh perkusi dari Rekah, kami ingin bercerita tentang bagaimana perundungan bisa berkerak di benak para korbannya. Dari luar mungkin mereka terlihat sehat-sehat saja, namun melongoklah ke dalam dan kalian bisa melihat betapa dalamnya luka yang ditinggalkan oleh tradisi yang menyebalkan ini.
Selain video, kami juga akan merilis materi terbaru ini dalam wujud zine yang bisa dipesan via akun Instagram Hantu. Di dalamnya akan ada beberapa teks dan cerita tentang perundungan. Dengan zine ini, kami ingin membantu membuka sedikit ruang untuk mengamplifikasi suara para korban. Di akhir zine, kami juga mencantumkan kode untuk mengunduh lagu ini via laman Bandcamp kami.
Mungkin serentetan rilisan ini tak akan mengentaskan budaya perundungan ini seluruhnya, tapi tak mengapa. Toh, musik dan zine tak pernah menjadi medium yang cukup lapang untuk membahas sebuah fenomena sosial secara mendalam. Lewat inisiasi ini, kami hanya berharap untuk membuka sedikit ruang baru untuk berdialog tentang perundungan dan bagaimana hal tersebut memengaruhi mereka yang terlibat, baik sebagai korban, maupun pelaku.
Salam,