ARI REDA : STILL CRAZY AFTER ALL THESE YEARS TOUR

ARIREDA poster medsos

Still Crazy After All These Years Tour 2016
YOGYAKARTA- 34 tahun bukan waktu yang singkat bagi duo Reda Gaudiamo dan Ari Malibu untuk tetap selaras dalam berkarya. Melewati proses panjang lebih dari tiga dekade, duet folk asal Jakarta itu tetap memiliki energi bermusik yang besar khususnya dalam menyanyikan puisi.
Gairah itulah yang memacu AriReda untuk menggelar konser bertajuk “Still Crazy After All These Years Tour 2016”. Konser yang diinisiasi secara mandiri itu hadir di enam kota yakni Jakarta (13/5), Malang (14/5), Surabaya (15/6), Yogyakarta (16/5), Denpasar (17/5) dan Makassar (18-19/5). Di Yogyakarta, AriReda akan tampil di Kedai Kebun Forum 16 Mei mendatang. Pertunjukan yang dimulai pukul 19.00 WIB itu akan dibuka oleh penampilan Sisir Tanah dan Deugalih.
Pada tur 6 kota kali ini, AriReda juga akan merilis mini album baru. Album tersebut memuat empat lagu yang benar-benar baru. Sebelumnya AriReda telah merilis dua album. Album pertama bertajuk Becoming Dew (2007) Berisi 10 lagu dari puisi sastrawan Sapardi Djoko Damono. Sementara album kedua bertajuk AriReda Menyanyikan Puisi (2015), berisi nyanyian puisi dari karya-karya penyair Indonesia: Amir Hamzah, , Mozasa, Abdul Hadi WM, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono, dan Toto Sudarto Bachtiar.
Awalnya duo yang diinisiasi oleh komedian Alm Pepeng Ferrasta Soebardi dikenal sebagai pelantun tembang-tembang folk dan balada dari seperti Fly Away dari John Denver, lagu-lagu duo Simon & Garfunkel, dan lagu sejenis lainnya. Dimulai dari konser-konser kecil di dalam Kampus Universitas Indonesia (UI), AriReda kemudian mulai hadir di luar kampus dan menyapa publik yang lebih luas.
Tahun 1987, AriReda terlibat dalam proyek apresiasi seni yang diprakarsai oleh Sapardi Djoko Damono dan Fuad Hassan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu). Proyek ini bertujuan untuk membuka kemungkinan baru dalam mengapresiasi puisi. Sejak saat itu AriReda terus menyanyikan sajak-sajak penyair Indonesia.
AriReda juga pernah menjadi tamu Ubud Writers & Readers Festival 2010 dan Makassar Writers & Readers Festival 2011. Tahun lalu, AriReda menjadi salah satu penampil di acara Frankfurt Book Fair/Frankfurter Buchmessse 2015. (*)

Info lebih lanjut dapat menghubungi
+62 813 30 3000 35
IG: @kongsijahat
Twitter: @kongsi_jahat

Diskografi:
1. Album Bulan Apresiasi Sastra (1988), dinyanyikan bersama Tatyana Soebianto, BMV, Neno Warisma.
2. Hujan Bulan Juni (1989), dinyanyikan bersama Dina Nasoetion, Tatyana Soebianto, Gatot Wibowo.
3. Hujan Dalam Komposisi (1996), dinyanyikan bersama Tatyana Soebianto, Bambang Wibawarta.
4. Becoming Dew (2007), album pertama AriReda.
5. AriReda Menyanyikan Puisi (2015), album kedua AriReda

Bunga Yuridespita 05 Bunga Yuridespita 06 Bunga Yuridespita 08 Yose Riandy 04 Yose Riandy 10 Yose Riandy 12

Pengantar untuk AriReda
Ditulis oleh Dharmawan Handonowarih

Menyanyikan puisi bukanlah pilihan yang umum. Tapi AriReda telah memulainya, sekitar 30 tahun lalu. Di dalam proses yang panjang itu, dua pribadi ini seakan menemukan cara bernyanyi begitu rupa, sehingga seakan-akan puisi-puisi itu, dan para penyairnya, hadir, tampak, di dalam bayangan kita.

Banyak orang mengatakan, lagu yang dibawakan AriReda menarik karena kesederhanaannya. Apakah sederhana, karena hanya diiringi oleh gitar? Sederhana karena musik mereka jauh dari panggung yang meriah? Sederhana karena kita semua seakan terpahat oleh lirik Sapardi Djoko Damono yang terkenal, yang mereka nyanyikan berkali-kali itu: “aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu”? Kesederhanaan AriReda adalah pada pilihan mereka, bahwa ketika bernyanyi, mereka mengembalikan pada hal mendasar, seakan-akan tiada lagi yang jauh lebih mendasar, yakni suara dan penghayatan yang begitu dalamnya. Justru di tengah-tengah kekaburan akan hal itu dewasa ini, mereka seakan kokoh berada di sana.

Dua malam konser peluncuran album mereka kedua, –26 & 27 Januari 2016 yang lalu– bukan nostalgia bagi yang telah mengenal duet ini timbul tenggelam sejak dulu. Pertunjukan ini juga ditonton sebagian besar teman-teman yang berusia muda, yang bukan dari angkatan penyanyinya. Yang, terpana, dan kaget, ketika pertama mendengar, sebulan dua bulan lalu sembari bergumam: mengapa saya baru dengar sekarang duet yang oleh sebuah majalah disebut sebagai veteran music folk ini. Para pendengar yang baru ini seakan membuktikan bahwa pilihan AriReda ternyata mendapat sambutan yang luas, tidak hanya dari kalangan dekatnya. Bahwa dalam beberapa pekan saja, penjualan tiket dua malam terjual tanpa sisa, bisa menjadi bukti yang lain. Sebagian penonton muda itu, semalam, dengan sedikit malu, menangis merasakan getaran puisi yang dinyanyikan AriReda. Sebagian tertolong oleh ruangan yang gelap.

Perjalanan duet ini tidak selalu mudah. Ada kesulitan, kegamangan, tidak sedikit pertentangan, cekcok. Terkadang pilihan untuk bernyanyi dikesampingkan. Kapok. Tapi kemudian mereka dipertemukan kembali, mungkin dengan perasaan malu-malu. Mungkin karena mereka memang ada di sana: dalam kesatuan hati dan suara. Seakan-akan, tidak ada yang lebih indah daripada suara yang lain, bagi Ari, selain memadukan suaranya dengan Reda. Dan seakan-akan tidak ada yang lebih dari yang paling sesuai untuk Reda, selain bernyanyi bersama Ari.

Duet ini mengingatkan perjalanan kita juga, Sering lupa pada pilihan awal. Tetapi kemudian kembali dan menekuni, pilihan itu, sembari mensyukuri, seperti yang mereka lakukan sekarang. (*)

You may also like...

1 Response

  1. Reda Gaudiamo says:

    Terima kasih untuk tulisannya, untuk sambutannya, untuk cintanya.
    Semoga kami bisa kembali ke Jogja lagi.

Leave a Reply to Reda Gaudiamo Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *