Festival Film Bahari 2018 Memikat Pembuat Film Singapura
Lee Chee Tian, sutradara film Anchovies dari Singapura, hadir di hajatan Festival Film Bahari yang diselenggarakan pada tanggal 16-18 Agustus 2018, di desa Suranenggala, Cirebon, Jawa Barat. Ia secara antusias mengapresiasi kerja kebudayaan yang dibangun oleh tim Festival Film Bahari bersama-sama dengan jaringannya, khususnya masyarakat sekitar lokasi festival. Kerja sederhana, gotong royong, kolaborasi, dan partisipatif ini menegaskan, bahwa festival ini dimiliki bersama oleh para pemangku kepentingan dengan gembira. Inilah esensi festival. Merayakan kebersamaan. Merayakan kegembiraan. Merayakan semesta bahari yang mewujud ke dalam dialog keseharian oleh seluruh partisipan festival.
Menurut Direktur Festival Film Bahari, Kemala Asthika, tema yang dipilih tahun ini adalah Pesisir Perangkai Nusantara. Tema ini kemudian diolah oleh tim festival dan mewujud di dalam beberapa program. Di antaranya adalah Kompetisi Film Pendek Nasional untuk Pelajar, Temu Jaringan Seni Budaya Pesisir, Layar Tancap, Sarasehan Film, dan Kelas Digital untuk Remaja.
Program Temu Jaringan Seni Budaya Pesisir menghadirkan narasumber sebagai pemantik forum, yaitu Dr. Opan Safari, Sinta Ridwan, dan Nissa Rengganis. Forum dihadiri oleh pelaku seni budaya pesisir, khususnya di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Diskusi berjalan dinamis dan memetakan bersama arah perkembangan seni budaya pesisir, khususnya Cirebon. Sejarah, karakteristik-pola yang terjadi, dan variable lainnya dikupas bersama. Forum ini menegaskan bahwa pesisir memiliki sumber daya yang potensial untuk diolah menjadi kekuatan yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Program ini didukung oleh tim fasilitator dari Sang Akar Institute dan Koalisi Seni Indonesia.
Program yang juga menyita perhatian partisipan festival adalah Layar Tancap dan Sarasehan Film. Ragam film yang diputar berkisah tentang relasi manusia dan laut. Sesi pemutaran film lainnya adalah program khusus tentang persahabatan yang berkolaborasi dengan Jaringan Sinema Gotong Royong, Forum Film Pelajar Indonesia, filmpelajar.com, dan Yayasan FFPJ. Program film yang istimewa juga diselenggarakan, yaitu international screening. Kurasi internasional untuk program ini didukung oleh Minikino yang bermarkas di Denpasar, Bali. Pengalaman panjang Minikino dalam berjejaring secara internasional membuat program yang dirancangnya terasa memiliki kualitas tersendiri. Selain program film screening, tidak ketinggalan juga program Kelas Digital yang mengajak peserta-remaja untuk memahami pentingnya literasi digital penangkal hoax. Selain itu kelas juga memfasilitasi pembelajaran vlog (Video Blog) untuk menyuarakan hal positif yang diampu oleh Rovi Sutahar dan Ahmad Rofahan dari Jingga Media.
Sambutan istimewa juga didapat di luar dugaan panitia. Kehadiran pelajar dari Bali, Malang, Lampung, serta Lemahabang, yang selama tiga hari menginap di lokasi festival, berkesempatan mengenal kehidupan masyarakat pesisir lebih dekat. Dialog terjadi secara kultural. Pelajar-remaja dari berbagai daerah ini akan membawa pengalamannya sendiri-sendiri ke rumahnya, ke sekolahnya, ke lingkungannya masing-masing. Inilah salah satu sentuhan Festival Film Bahari untuk para pelajar-remaja, juga untuk siapapun peminat dan penekun pesisir-bahari-maritim.
Festival Film Bahari adalah hajatan seni budaya yang bertujuan sebagai ruang belajar mengenal lebih dekat pesisir nusantara dan sebagai apresiasi terhadap tradisi bahari maritim. Pelajar-remaja mendapatkan tempat spesial di sini karena merupakan penerima tongkat estafet jangka panjang. Pemahaman yang utuh tentang pesisir-bahari-maritim akan menjadikan partisipan pelajar-remaja memiliki pijakan kuat untuk merencanakan prosesnya masing-masing ke depan. Festival ini berusaha menghadirkan pengetahuan sekaligus praksis ke-bahari-an dalam bentuk sederhana dengan dukungan jaringan kerja yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing, demikian disampaikan Susilo Adinegoro, salah satu anggota Dewan Pengarah Festival.