FESTIVAL SUMBA

 

FESTIVAL SUMBA
Simposium dan Pergelaran Budaya
“Menyapa Indonesia, Merengkuh Tepi Bangsa: Resiliensi Wajah Sumba dalam Pusaran Zaman”

Laboratorium Antropologi Untuk Riset dan Aksi (LAURA) Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM akan menyelenggarakan Festival Sumba dengan dua kegiatan utama yakni Simposium dan Pergelaran Budaya yang bertema “Menyapa Indonesia, Merengkuh Tepi Bangsa: Resiliensi Wajah Sumba dalam Pusaran Zaman”. Simposium akan berlangsung pada tanggal 27-28 Oktober 2018 di Auditorium Gedung Soegondo kampus FIB UGM, sedangkan pergelaran budaya pada 23-31 Oktober 2018 Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Bentara Budaya Yogyakarta.
Kegiatan ini akan melibatkan berbagai pihak yang diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran bagi langkah strategis untuk pemajuan Sumba. Mereka terdiri dari para akademisi berbagai disiplin ilmu, mahasiswa –termasuk mahasiswa Sumba yang belajar di Yogyakarta, para seniman dan profesional berbagai bidang, serta alumni Departemen Antropologi FIB UGM.

Sumba NTT adalah satu dari puluhan pulau yang berada di tepi wilayah Indonesia. Sumba dihuni oleh sekitar 700 ribu jiwa yang terdiri dari beragam suku bangsa, tidak hanya suku bangsa asli tetapi juga suku bangsa Flores, Ende, Timor, Jawa, dan Tionghoa dengan karakter dan identitas budaya masing-masing. Mereka membentuk wajah Sumba masa kini yang sangat khas.

Sumba saat ini menjadi pulau yang banyak diperbincangkan dan menanjak popularitasnya. Februari 2018 lalu, Sumba dinobatkan sebagai satu dari 33 pulau terindah di bumi ini oleh sebuah majalah Jerman, Focus. Majalah itu menjulukinya “Sumba, Bukan Nama Sebuah Tarian, tapi Sebuah Mimpi”.

Akhir tahun lalu, Sumba mencuri perhatian ketika film layar lebar yang mengangkat kisah nyata dari tengah masyarakat pulau ini tayang perdana di salah satu kompetisi bergengsi Festival Film Cannes Perancis, “ Marlina, Si Pembunuh Dalam Empat Babak”. Film ini pula yang akan mewakili Indonesia di ajang Academy Awards ke – 91 atau Oscar 2019 yang akan datang. Sebelum itu sudah ada beberapa garapan sineas Indonesia lainnya yang juga mengangkat Sumba sebagai latar filmnya.

Jauh sebelum beranjak tenar di panggung layar lebar, Sumba sudah cukup dikenal daya tariknya, alam yang mempesona dan budaya unik masyarakatnya. Belakangan anak-anak muda mulai melirik Sumba dan mencatatnya sebagai tujuan liburan yang mereka impikan. Perusahaan perjalanan gencar mempromosikan paket wisata mereka ke pulau di tepi Indonesia itu. Begitu pun investor mulai giat membangun bisnis mereka di sana.

Bagaimana dengan Sumba sendiri ? Bagaimana Sumba bersiap untuk perubahan besar yang niscaya akan terjadi seiring dengan ketenarannya sebagai destinasi wisata di masa depan? Akan dibawa ke mana Sumba sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun yang akan datang?

Sementara pada ruang dan waktu bersamaan sekarang ini, pemerintah mendorong pembangunan nasional yang dimulai dari pinggiran. Dapat beriringkah Sumba dalam perjalanan pembangunan nasional itu?

Sumba adalah salah satu agenda kerja Laboratorium Antropologi Untuk Riset dan Aksi (LAURA) Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya UGM dalam berperan aktif untuk pemajuan kebudayaan di wilayah yang masuk kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar) Indonesia. Dalam rangka kerja itulah Simposium dan Pergelaran Budaya ini diadakan.

Narahubung:
Citta (0857-4304-8935)
Evan (0857-1903-7978)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *