Hari Kedua, 11th Jogja-Netpac Asian Film Festival
Yogyakarta, 29 November 2016, Setelah melewati malam pembukaan yang meriah, di 3 tempat yang berbeda, JAFF memulai festivalnya dengan memutarkan film – film Asia. Bertempat di Empire XXI Yogyakarta, JAFF memutar sebuah film berjudul Fuchi Ini Tatsu / Harmonium karya Koji Fukada, yang langsung diisi dengan sesi tanya jawab bersama dengan sutradara setelah pemutaran filmnya berakhir. Film yang mendapatkan Jury Prize di Cannes Film Festival 2016 dalam kategori Cannes Prize in the A Certain Regard bercerita tentang seorang lelaki (Toshio) yang mempekerjakan teman laki lakinya (Yasaka) di bengkel kerjanya. Seorang kenalan lama yang baru saja bebas dari penjara ini mulai mencampuri kehidupan keluarga Toshio. Sesi diskusi yang dilakukan berjalan dengan sangat menarik diantara penonton film dari Indonesia dengan sutradaranya.
JAFF juga memutar film kompetisi Asian Feature: City Of Jade, When The woods Bloom, Lowlife Love, Pako, Knife in The Clean Water dan Turah. Semakin malam penonton semakin memadati area Empire XXI. Pemutaran perdana film Turah di Indonesia karya Wicaksono Wisnu Legowo, menjadi yang sangat ditunggu oleh para penonton. Antusiasme penonton Turah yang membludak membuat antrian mengular di Lobby Empire XXI dan memenuhi gedung pemutaran.
Berlokasi di Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta, JAFF memutar film dokumenter Half a Life dan Portraits of Mosquito Press. Disusul dengan pemutaran film kedua yang diambil dari Focus on Djenar Maesa Ayu: Mereka Bilang Saya Monyet. Selepas pemutaran, Djenar membuka sesi diskusi dengan penontonnya. Sesi diskusi bersama Djenar menjadi sesi diskusi yang berbeda karena dilaksanakan diluar ruang pemutaran, yaitu di teras Societet Taman Budaya Yogyakarta. Menjelang sore JAFF menghadirkan sebuah film Made in Taiwan dan Moana Rua: The Raising Of The Sea yang diambil dari program Islandscape yang sesuai dengan tema JAFF tahun ini. Film penutup yang diputar di TBY adalah film film pendek pilihan yang masuk dalam program Light Of Asia.
Tempat pemutaran ketiga yang berlokasi di Grhatama Pustaka memutar film Water Diviner dari Australia yang masuk ke dalam program (O) zeeing The Neighbour 1, dilanjut dengan pemutaran film film Light Of Asia, dan dari progam Japanese Experimental & Documentary: The Cockpit dan Touching The Skin of Eeriness.
FORUM KOMUNITAS
DI ruang Auditorium Grhatama Pustaka, Layaria yang diwakili oleh Dennis Adhiswara membuka acara Community Forum – Public Presentation JAFF dengan berbicara tentang seluk beluk dunia video daring yang bertajuk “The Power of Online Video: A Personal Story”. Dennis bercerita tentang keputusannya membangun Layaria atas keresahan dan kejenuhannya pada tayangan televisi pada saat ini. Di saat yang sama, ia melihat peluang besar pada video daring untuk mengambil alih peran tv sebagai media hiburan dan edukasi masyarakat, juga sebagai ladang ekonomi yang menggiurkan.
“Aku melihat dari tahun ke tahun jumlah orang yang mengakses perangkat digital untuk menonton video semakin besar. Dan menurut perhitunganku, akan ada satu titik di mana kita akan menonton penuh dari media online dan meninggalkan tv (tv konvensional),” ungkap Dennis.
Pada kesempatan itu, Dennis juga membagikan rahasia untuk menjadi kreator video yang handal, di antaranya: konsistensi konten dan jadwal tayang; relevansi dan kedekatan tema yang diangkat dengan audien; melibatkan audien (komunikasi dua arah); menggunakan berbagai platform media; memaksimalkan nilai kreativitas, produksi dan penerbitan; serta yang paling penting, konten harus mampu memberikan dampak yang baik bagi kreator maupun penikmatnya.
Menjelang siang, Forum Komunitas masih berlanjut dengan Community Sharing dengan beberapa komunitas film yang ada di Indonesia: Ruang Film Sukabumi dan Tanah Indie Makassar. Forum Komunitas Hari Kedua (30/11) akan diisi dengan presentasi dari BEKRAF dan Yodeoo.com.
OPEN AIR CINEMA
Program Open Air Cinema JAFF 2016, dimulai di Tebing Breksi pada Selasa (29/11) pukul 19.00 WIB. Open Air Cinema JAFF memutarkan film – film pendek dari Indonesia yang dibuka dengan animasi Namaj Utab, disusul dengan film Bubar, Jalan!, Gilingan, Cermin, dan terakhir Sandekala. Sebelum dilanjutkan ke pemutaran film Cermin dan Sandekala, terdapat sesi tanya jawab dengan Ersya Ruswandono, sutradara film Gilingan.
Open Air Cinema JAFF hari pertama ini diramaikan oleh sekitar lima puluh orang yang berasal dari warga sekitar. Open Air Cinema JAFF yang hadir di tengah masyarakat ini memang bertujuan untuk mendekatkan film pendek ke masyarakat umum. Kehadirannya merupakan hiburan tersendiri bagi masyarakat setempat. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Mujimin, Kepala Desa Sambirejo,
“Pemutaran film ini menjadi hiburan rakyat terutama untuk orang-orang yang berasal dari lingkungan dekat dengan Taman Tebing Breksi. Sudah lama tidak ada film masuk desa, makanya ketika ada pemutaran film ini banyak warga yang datang, apalagi ini menjadi hiburan yang murah meriah bagi masyarakat”, ujar Mujimin yang juga turut serta dalam sesi tanya jawab.
Hari kedua dan ketiga pelaksanaan Open Air Cinema JAFF akan bertempat di Amphitheater Grhatama Pustaka dan Plaza Ngasem dengan masing-masing menampilkan lima film pendek.
WORKSHOP – FOCUSED EDUCATION
JAFF bekerjasama dengan Focused Equipment menyelenggarakan Focused Education yang mengusung tema A Journey from Camera To Screen. Workshop kali ini memiliki visi untuk mengajak dan menuntun para peserta untuk memahami konsep workflow (alur kerja) dalam pembuatan film secara digital. Robin Moran (sutradara / produser) selaku narasumber workshop menjelaskan beberapa materi seputar digital filmmaking, salah satunya adalah workflow teknis dalam sebuah produksi film. Robin menjelaskan perkembangan teknologi film dari ela celluloid hingga digital. Tak hanya itu Robin juga mengedukasi melalui contoh-contoh dan pengalaman seputar prosedur workflow dalam sebuah produksi yang besar dengan menggunakan peralatan terbaik, namun Robin menekankan bahwa para peserta juga bisa menjalankannya dengan kamera mereka sendiri.
Workshop ini diikuti oleh 61 peserta yang bukan hanya berasal dari kota Jogja saja, melainkan dari berbagai kota besar Indonesia dan provinsi seperti Ambon, Bandung, Bali, Jakarta, Makasar, Kendari, Batam, Solo, Jember dan Probolinggo
Selain materi workshop yang beragam, di hari kedua (30/11), peserta juga akan diajak untuk mengikuti praktek syuting dengan sebuah scene yang telah dipersiapkan. Menariknya peserta akan diberi kesempatan untuk menggunakan best equipment dari Focused Equipment. Sesi ini akan langsung diisii oleh Gunnar Nimpuno, yang merupakan salah satu penata sinematografi handal di sinema kontemporer Indonesia. Beberapa karya sinematografinya seperti Sang Pemimpi, Modus Anomali, Sokola Rimba, dan Pendekar Tongkat Emas menjadi bukti tangan dinginnya. Sayang untuk dilewatkan.