“MERAJUT BADAI” BERSAMA AGONI

Agoni Mencari Matahari

Pada tanggal 9 Desember 2017 mendatang, Agoni, band asal Yogyakarta yang beranggotakan Sabina Thipani/Fafa (Gitar/Vokal), Kristoforus Erda Kurniawan/Erda (Bass), dan Dimas Dwi Ananto Yuwono/Dimas (Drum), akan menggelar sebuah pertunjukan musik bertajuk Mencari Matahari di IVAA (Indonesian Visual Art Archive) Yogyakarta. Dalam pertunjukan tersebut, Agoni akan membawakan tujuh buah lagu. Enam buah lagu diambil dari mini album terbaru mereka, Merajut Badai, sedang sebuah lagu lainnya adalah lagu yang akan mereka masukkan dalam album perdana mereka. Selain mementaskan tujuh buah lagu, hari itu rencananya Agoni juga akan berbagi cerita soal perjalanan bermusik mereka selama hampir tiga tahun.

Agoni terbentuk pada awal tahun 2015. Mulanya formasi Agoni hanya diisi oleh Fafa dan Erda. Karena merasa membutuhkan seorang drumer untuk mengisi formasi mereka, mereka akhirnya memutuskan untuk mengajak Dimas bergabung beberapa bulan setelah Agoni terbentuk. Awalnya Dimas hanya diminta untuk membantu mengisi track drum untuk tiga lagu Agoni yang akan direkam. “Setelah melewati beberapa proses latihan dan rekaman, kami merasa makin cocok secara musikal dengan Dimas sampai akhirnya kami mengajaknya bergabung,” ujar Erda.

Nama Agoni mereka pilih untuk mengidentifikasi diri karena mereka merasa nama itu mewakili nyawa dari lagu-lagu yang mereka ciptakan. Nama Agoni mengacu pada konsep agonia, suatu kondisi di mana seseorang sedang sangat gelisah namun tak juga memiliki cara untuk membahasakan atau menyublimkan kegelisahannya. Penjelasan tentang konsep agonia itu mereka temukan ketika mereka membaca sebuah tulisan berjudul Suara Sang Kala di Tepi Gajahwong dalam kumpulan esai S. T. Sunardi yang bertajuk Vodka dan Birahi Seorang Nabi. Dalam tulisan itu mereka juga menemukan bahwa agonia adalah suatu fase yang mendahului ekstase (pengalaman membahasakan/menyublimkan kegelisahan lewat karya) dan joy (kelegaan setelah kegelisahan berhasil terbahasakan/tersublimkan lewat karya). “Perasaaan agonia itu bukanlah akhir dari karya-karya kami. Rasa agonia itu hanya sebuah fase yang mesti dijalani sebelum kita merasakan ekstase dan joy,” papar Fafa.

Tak hanya menceritakan soal perjalanan bermusik mereka selama tiga tahun, pada tanggal 9 Desember nanti Agoni juga akan menceritakan soal proses penggarapan mini album mereka yang baru saja lahir. Mini album terbaru mereka itu mereka namai Merajut Badai. Nama itu mereka pilih sebab mereka merasa lagu-lagu dalam mini album mereka membicarakan satu suasana dominan yang dapat dimetaforkan dengan kata badai. “Kami percaya, untuk bertumbuh, manusia terkadang mesti berani menghadapi kesedihan yang dalam, menerima kegelisahan, memporak-porandakan kenyamanan, meruntuhkan kesunyian yang palsu, merengkuh agonia, menciptakan badai, agar diri yang baru, dunia yang baru, bisa kembali diciptakan,” kurang lebih demikian penjelasan Agoni tentang istilah Merajut Badai dalam mini album mereka.

Mini album tersebut mereka selesaikan dalam proses yang sangat lama (tiga tahun; sejak mereka terbentuk) karena beberapa alasan. Salah satunya adalah keinginan mereka untuk mengeksplorasi studio-studio di Yogyakarta dan sekitarnya demi mengetahui apa yang sebenarnya mereka cari dalam proses rekaman. Ada lima studio yang mereka jajaki. “Setelah eksplorasi akhirnya kami tahu kualitas-kualitas apa saja yang kami butuhkan saat kami ingin merekam lagu-lagu kami. Pengetahuan soal kualitas ini penting untuk penggarapan album yang akan kami kerjakan selanjutnya,” tutur Fafa. Hal lain yang menyebabkan penggarapan mini album sangat lama adalah kesibukan mereka di luar penggarapan mini album. Selama menggarap mini album mereka juga tetap rutin menerima tawaran manggung. Mereka juga mesti tetap berurusan dengan aktivitas di luar band, seperti kerja dan kuliah. “Proses kreatif Agoni mengalir dengan semangat dan kerja keras yang amat sangat ekstra karena kita mempunyai kesibukan masing-masing,” ucap Dimas. Tak hanya itu, untuk melahirkan mini album ini mereka juga harus mengumpulkan dana dengan menabung dan berjualan kaos. Kerja sama dengan banyak pihak dengan ritme yang berbeda-beda juga menjadi faktor lain yang menyebabkan mini album ini lahir lama.

Meskipun menyanyikan lagu-lagu dalam mini album Merajut Badai, pentas pada tanggal 9 Desember esok tidak dilabeli dengan judul yang sama dengan mini album itu. Alih-alih, mereka memutuskan untuk memberi judul pertunjukan mereka dengan Mencari Matahari. Mereka memberi judul berbeda untuk pertunjukan mereka karena mereka merasa pertunjukan kali ini tidak akan berkutat pada mini album mereka saja, tapi juga perjalanan mereka selama tiga tahun. “Judul itu kami nilai lebih mampu memetaforkan proses perjalanan kami selama ini,” ujar Erda. Dalam lagu-lagu mereka, kata matahari sering mereka gunakan untuk menggambarkan sebuah tujuan. Proses bermusik mereka sejauh ini, bagi mereka, adalah proses yang mereka lalui untuk mengetahui tujuan mereka masing-masing dalam bermusik.

Pertunjukan Agoni tersebut rencananya akan digelar selama kurang lebih dua jam (sejak pukul 20.00 hingga 22.00). Ada banyak pihak yang dilibatkan dalam pentas Agoni kali ini. “Pihak-pihak tersebut adalah pihak-pihak yang selama ini memang sudah sering bekerja sama dan berkolaborasi dengan Agoni,” terang Anne Shakka, manajer Agoni. Beberapa di antara mereka adalah Dicky Permana (gitaris), Maliq Adam (gitaris Kota dan Ingatan), Claudius Hans Christian Salvatore (juru potret), Theresia Dian (desainer poster), Adha M. Lauhil Zukhrufi (teknisi suara), dan Ruang Gulma.

CP : Anne (0856-4381-8769)
Email : merajutbadai@gmail.com
www.soundcloud.com/agoni-823144045

Info : Dwi Rahmanto
Cp : 081904151776

INDONESIAN VISUAL ART ARCHIVE
Jl. Ireda, Gg. Hiperkes, Dipowinatan MGI/188A-B
Keparakan, Yogyakarta 55152 INDONESIA
Tel./Fax.: +62 274 375262
E: documentation@ivaa-online.org
url. http://ivaa-online.org/
http://groups.yahoo.com/group/ivaa-online/

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *