Usia 16 tahun saat pertama kali mencipta lagu. Dengan gitar akustik murah, dan direkam menggunakan smartphone, dan kemudian dikirimkan melalui WhatsApp pada seseorang yang akhirnya kini menjadi produser sekaligus dipercaya untuk menjadi manajer nya.
Beberapa hari sebelumnya di bulan September 2014, terjadi sebuah tanya jawab untuk keperluan wawancara penerimaan anggota baru sebuah unit kegiatan mahasiswa kesenian bernama Gasebu (Galeri Seni & Budaya) pada sebuah kampus swasta di pinggir timur kota Purwokerto. Tanya jawab yang terjadi antara seorang pendaftar notabene adalah mahasiswi baru yang merasa diri nya perlu mengasah bakat menyanyi di Gasebu dengan salah seorang yang merupakan pendiri dari Gasebu. Ternyata, hari wawancara itu yang akhirnya merubah jalan cerita hidup dari si mahasiswi umur 16 tahun.
Merupakan rilisan yang kedua kali nya bagi label rekaman asal Purwokerto, noend records. Setelah sebelumnya baru saja merilis EP dari trio fusion Adie Unyiel & The Bawor pada bulan September 2015.
“Kota kami bukan kota yang identik dengan budaya merekam karya musik lalu mengabadikan nya pada sebuah album. Kota kami ingin berubah agar mampu mengejar ketertinggalan dari kota – kota lain yang sudah lebih dulu melakukan hal ini bertahun – tahun yang lalu. Kota ini tidak hanya tepat menjadi kota sasaran pemasaran industri musik, namun kota ini juga mampu melakukan hal yang sebaliknya, menjadi produsen penghasil musik dan kemudian memasarkan nya ke kota – kota lain. Faktor utama bukan pada permodalan seperti yang selama ini ramai diperbincangkan jadi penghambat produksi album rekaman oleh skena kami, melainkan faktor niat. Ada atau tidak ada niat itu.”
Begitu penuturan dari Aziz No End, selaku pendiri dari noend records yang sekaligus berperan sebagai produser dari mini album Mutiara.
“Love Burn” kental dengan teriakan gitar dan nyanyian blues, ditunjuk sebagai single pertama. Diciptakan oleh Mutiara, dengan bantuan Diar Wisnu Paramarta, Satria Ramadhan serta Kurniadi pada departemen aransemen musik dan melodi. Menceritakan tentang cinta yang rumit, terlampau terbakar hingga mengusang, kemudian rapuh namun tak kuasa untuk berpisah. Merupakan catatan dari pengalaman pribadi yang dialami Mutiara. “Love Burn” merupakan lagu paling terakhir yang diciptakan oleh Mutiara diantara lagu – lagu lain yang terdapat di Gasebu. Dibuat tak sampai satu malam, berdasarkan permintaan Aziz No End yang kala itu tengah menyiapkan sebuah gigs bertajuk Colok & Mainkan #1, dalam rangka tur seorang penyanyi pria bernama Gabriel Mayo yang akan menyambangi kota Purwokerto pada keesokan harinya. Kebetulan, Mutiara ditunjuk menjadi opening act sebelum giliran Mayo tampil. “Besok kamu harus bawakan satu lagu baru di depan penonton,” begitu bunyi permintaan dari Aziz pada Mutiara. Akhirnya, Mutiara mengajak teman – teman yang biasa mengiringinya tampil di panggung yaitu, Satria Ramadhan pada gitar dan Diar Wisnu pada bass untuk masuk studio dan melatih lagu baru tersebut yang tercetus di dalam studio semalam sebelum gig berlangsung. Dan, Mutiara belum menemukan judul yang tepat untuk lagu tersebut. Saat keesokan hari, giliran tampil tiba. Colok dan Mainkan #1 resmi menjadi ajang perilisan lagu baru nya yang belum memiliki judul tersebut.
Bagi Mutiara, Gasebu adalah rumah kedua. Dia menemukan keluarga disana. Kehangatan, suka, bahagia, pedih, perjuangan serta cerita – cerita konyol dan memalukan yang wajar dialami oleh remaja putri yang masih berstatus mahasiswi. Dan terutama, pengalaman nya menemukan jati diri melalui musik mutlak didapatkan nya selama hampir dua tahun berada di Gasebu. Alasan inilah yang akhirnya menentukan untuk menamai album debut ini dengan judul Gasebu. Sebuah penghormatan kepada tempat yang telah mengantarkannya hingga titik sekarang ini. Gasebu berisikan lima lagu yang semua musik beserta liriknya dibuat oleh Mutiara. “Pilihan Terakhir”, “Biru”, “Love Burn”, “Sad Man”, “Dimensi Jiwa”, masing – masing memiliki gaya dan warna musik yang tidak sama. Kekuatan ciri khas vokal yang dimiliki Mutiara adalah salah satu hal penting yang menarik untuk disimak. Peran sebagai penyanyi, pencipta lagu dan pemain gitar yang berhasil melakukan debut rekaman sekaligus dilakukan nya saat usia masih tergolong muda, 18 tahun. Ditambah lagi, kemunculan nya berasal dari kota yang selama ini dianggap tidak memiliki kultur yang baik mengenai produksi rekaman para musisinya.
Memakan waktu hampir satu bulan lamanya, produksi rekaman ini dikerjakan seluruhnya di Studio Gasebu yang lokasinya berada di dalam kampus sebuah perguruan tinggi swasta. Dari mulai merekam vokal, merekam bunyi – bunyian musik, mixing hingga mastering semua dikerjakan disitu. Dan Gasebu akan diproduksi dalam bentuk cakram padat, serta didistribusikan secara nasional oleh demajors Independent Music Industry (DIMI).
Keterlibatan sederet nama penting pada dunia musik Purwokerto, sebutlah Irvandi “Ipank” Yuniar, seorang mixing & mastering engineer berusia muda yang telah cukup lama bermukim di studio rekaman ibukota mengerjakan proyek rekaman bersama musisi – musisi nasional. Kurniadi, gitaris dari trio fusion yang baru saja merilis EP beberapa bulan lalu, Adie Unyiel & The Bawor bersama pemain drumnya Ade “Gondhenk” Herdiansyah diboyong ke dalam studio untuk mengisi bunyi gitar dan drum pada rekaman Mutiara. Dan kehadiran seorang pemain bass muda, Diar Wisnu Paramarta melengkapi proyek rekaman itu. Juga terlibat Aditya Bayu, seorang gitaris jazz yang menjalankan peran sebagai penggubah untuk lagu “Pilihan Terakhir”. Dan terakhir, Satria Ramadhan pemain gitar dari Gasebu yang mengisi melodi pada lagu “Dimensi Jiwa”.
Mengawali panggung pertama nya pada Ramadhan Blues 2015. Mutiara tampil percaya diri membawakan empat buah karya lagu nya, saat itu di hadapan banyak musisi – musisi ternama di kotanya dan ratusan pasang mata penonton setia festival Ramadhan Blues. Dibantu oleh Satria Ramadhan pada posisi additional guitar. Tampil berdua Satria selama beberapa gigs, membuat Mutiara merasa kurang energi untuk membawakan lagu – lagu nya di atas panggung. Hingga akhirnya memutuskan untuk tampil dengan formasi grup. Lengkap dengan pemain bass, pemain gitar, pemain drum dan pemain kibor.
Gasebu juga bertindak seperti sebuah oase bagi kehidupan musik di Purwokerto. Kota yang terkenal karena Mendoan serta Soto Sokaraja nya ini tengah dirundung kekeringan rilisan album dari para musisi nya. Tidak hanya mendapatkan perhatian dari skena Pop dan Jazz saja. Gasebu mendapatkan sorotan dari skena lain yang intensif mengikuti proses produksi rekaman Mutiara kala berada di studio. Saat Ateng pentolan unit hardcore kenamaan Purwokerto, Bunkerboob mampir dan melongok proses rekaman vokal Mutiara di studio. Dirinya dan grupnya seperti mendapatkan tamparan ketika mengetahui bahwa usia Mutiara saat ini baru 18 tahun, dan sudah nampak serius menapaki dunia rekaman. “Kami malu, dan akhirnya kami termotivasi untuk berbuat sesuatu tentang album kedua kami nanti,” tutur Ateng.
Rencananya, Gasebu akan dirilis tepat 16 April 2016, sekaligus merayakan Record Store Day 2016 di kota Purwokerto. Akan tersedia pada format cakram padat dalam jumlah terbatas sebanyak 100 kopi, disertai penjualan art print yang juga dicetak dalam jumlah terbatas dari sampul album yang dikerjakan oleh Adan Fajar Maruciel, seorang seniman visual muda Purwokerto. Mutiara juga akan perdana tampil di Record Store Day membawakan set yang ada di Gasebu, diiringi oleh para musisi kenamaan seperti Aditya Bayu, Didi Permadi dan Diar Wisnu. Sementara, single pertama “Love Burn” juga akan dirilis secara digital dan dapat diunduh melalui iTunes pada Rabu (13/4).
Untuk mengikuti perkembangan serta informasi terkini tentang Mutiara, dapat diakses melalui akun twitter dan instagram @aramutiarayara atau @noendrecords
Soundcloud: https://soundcloud.com/mutiaraayu
Instagram: https://www.instagram.com/aramutiarayara/
Facebook: https://www.facebook.com/MutiaraOfficial/
Twitter: https://twitter.com/aramutiarayara
Contact Person: Aziz (08164287836)