PENUTUPAN & PENGUMUMAN 4 KATEGORI JUARA MKF 2020

Melihat Geliat Pameran Kriya di Tengah Wabah Corona

Pandemi Covid-19 terbukti tidak menyurutkan gairah seniman berkarya dalam kompetisi Matra Kriya Fest (MKF) 2020. Ratusan karya yang masuk mewakili berbagai daerah di Indonesia dan memiliki banyak sekali variasi ragam kesenian. Mereka mengusung banyak hal, mulai dari isu terkini hingga lokalitas yang kental.

Setelah sukses menjaring ratusan karya perupa muda dari seluruh Indonesia, MKF pun ditutup di Pendhapa Art Space, (23/11). Pameran yang telah berlangsung dari tanggal 14-23 November 2020 ini ditutup dengan penampilan tari dari Onya Adat dan Cresensia Naibaho. Selain pameran, MKF juga menghadirkan bazar-bazar dari industri kreatif yang dikelola anak-anak muda, performing art, workshop, kriyaventura, fashion show, diskusi seni, serta talkshow. Semua kegiatan tersebut bisa dilihat pada channel YouTube Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta, (tasteofjogja disbud diy).

Musyaffa salah satu kurator menjelaskan bahwa unsur-unsur terutama komposisi juga nilai fungsi pada karya sangat dipertimbangkan. Apa yang dipahami dari kriya selama ini semisal material, keterampilan kerja tangan, fungsi, serta nilai seni yang berhubungan dengan ekspresi, jadi dasar penilaian.

MKF menginginkan adanya kepaduan antara material dan ekspresi. Sejauh mana komposisi yang digunakan, manfaat/ kegunaan, serta kesatuan, dari hal tersebutlah keempat kategori juara terpilih dinilai. Dalam kacamata kriya itu sendiri, apa yang menjadikan karya menarik dan keselarasan konsep yang diutarakan dengan tema “Nusantara in Slice” menjadi penting. Karya yang dibuat berangkat dari kesadaran seniman dalam berkarya dan pemahaman mereka atas apa yang mereka pilih dan buat.

Pengumuman 4 Kategori Juara Menutup Rangkaian MKF 2020

40 karya yang dipamerkan disaring menjadi 12 nominasi yang memperebutkan empat kategori yaitu, karya terbaik, karya inovasi dan kreasi terbaik, karya local content terbaik, serta juara favorit.

Pemenang karya terbaik yaitu Adek Dimas Ajisaka dengan karya “Gunungan Nusantara”. Karyanya mengambil konsep gunungan dalam pagelaran wayang kulit yang merepresentasi tatanan kehidupan yang merupakan simbol keanekaragaman yang menyatu harmonis dalam ruang kehidupan. Spirit keanekaragaman inilah yang melatarbelakangi penciptaan atas karya tersebut. Kekayaan budaya dan sumber daya alam nusantara secara visual digambarkan lewat tokoh Semar yang diartikan sebagai kebijaksanaan. Sedangkan daun jati sebagai media penciptaan karya merupakan kontektualisasi kekayaan hayati alam Indonesia.

“Friendly For Disaster” karya Thoha Amri Abdillah mengantarkannya memenangkan kategori karya local content terbaik. Karya ini merekam nusantara yang menjadi jalur cincin api dunia. Ketangguhan dan sikap sabar masyarakat menghadapi bencana seperti tsunami, gempa bumi, dan gunung meletus, ia tuangkan lewat ukiran kayu dengan sentuhan warna dan goresan tumbuh-tumbuhan yang kental nuansa tradisional.

“Saya menyusun dan mematangkan konsep dan merealisasikannya dalam bentuk karya. Kriya menurutku sebagai akar dan dasar seni rupa nusantara, seni yang paling dekat dengan masyarakat secara kultur. Ada banyak hal yang bisa divisualisasikan karena kebudayaan nusantara tidak ada habisnya. Terus berkembang dalam berpikir, membuat karya yang lebih inovatif merupakan tantangan bagi saya dan seniman lainnya,” imbuhnya.

Sedangkan karya Stefanus Bintang Kumara berjudul “Ngadu Jago Marang Bopo” membawanya meraih juara kategori karya inovasi dan kreasi terbaik. Karyanya ini berangkat dari kepedulian akan wayang beber yang yang mulai luput dari perhatian masyarakat. Hal tersebut memunculkan ide kreatif untuk mengembangkan dan mengubah struktur dari wayang beber pada umumnya. Pembaruan ini merupakan sebuah penggabungan antara wayang beber dengan batik. Wayang beber sebagai sebuah ide dalam penciptaan karya seni batik dengan mengangkat cerita-cerita yang ada di Nusantara. Karyanya bertujuan memperkenalkan kembali wayang beber sebagai edukasi melalui kesenian.

Pertemuan dan percampuran dua kebudayaan yang terinspirasi dari kedua orang tuanya, bapak yang berasal dari Papua dan ibu dari Yogyakarta menginspirasi Lejar Daniartana Hukubun menciptakan karya “Wayang Papua merek KK. Lejar”. Karyanya ini memenangkan kategori karya terfavorit.

“Dari dua kutub kebudayaan yang digabungkan tersebutlah lahir hal baru seperti yang dilakukan juga oleh Steve Jobs. Selain itu, karya saya juga terinspirasi dari pemikiran yang ada dalam buku Seni dan Daya Hidup dalam Perspektif Quantum yang ditulis oleh M. Dwi Marianto. Pandemi memiliki sisi positif, saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sehingga bisa fokus dalam memikirkan konsep dan membuat karya ini. Acara MKF 2020 sangat istimewa karena peduli terhadap perkembangan seni kriya dan menumbuhkan semangat berkesenian,” ujarnya.

Rosanto Bima selaku Ketua Pelaksana MKF berharap pandemi segera berakhir dan MKF di tahun mendatang bisa terlaksana kembali. “Semoga dari terselenggaranya ajang kriya ini bisa muncul karya fenomenal dan bisa menjadi kompetisi kriya tingkat internasional yang membanggakan bagi Indonesia dan Yogyakarta. Kami berharap di MKF selanjutnya seniman muda kriya dari Sabang sampai Merauke ikut andil dan menghadirkan karya-karya baru yang segar. Selamat untuk para pemenang, tetap berkesenian dan menghasilkan karya yang monumental,” harapnya.

(rilis ditulis : Jemi Batin Tikal)

Penyerahan hadiah kepada pemenang Matra Kriya Fest 2020 oleh Ketua Umum, Rosanto Bima Pratama.


Penyerahan hadiah kepada pemenang Matra Kriya Fest 2020 oleh Ketua Umum, Rosanto Bima Pratama.

Penyerahan hadiah kepada pemenang Matra Kriya Fest 2020 oleh Ketua Umum, Rosanto Bima Pratama.


caption : Foto bersama pemenang Matra Kriya Fest 2020, Dewan Juri dan perwakilan Dinas Kebudayaan DIY.


Pemenang Matra Kriya Fest 2020. Dari kanan, Thoha Amri Abdillah (juara karya Local Content), Stefanus Bintang Kumara diwakilkan anggota keluarga (Juara Karya Inovasi dan Kreasi), Lejar Daniartana Hukubun (Juara Karya Terfavorit) . Adek Dimas Ajisaka diwakilkan panitia (Juara Karya Terbaik).


Karya Adek Dimas Ajisaka berjudul “Gunungan Nusantara”.

Karya Lejar Daniartana Hukubun berjudul “Wayang Papua merek KK. Lejar”.


Karya Thoha Amri Abdillah berjudul “Friendly For Disaster”


Karya Stevanus Bintang Kumara berjudul “Ngadu Jago Marang Bopo”.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *